Showing posts with label Kisah Pilihan. Show all posts
Showing posts with label Kisah Pilihan. Show all posts

Seorang Tukang Becak Kembalikan Uang Penumpangnya Rp.20 Juta

Di tengah banyaknya kasus korupsi, ketidakjujuran dan mengambil milik orang lain yang bukan haknya, sosok tukang becak yang satu ini mungkin bisa kita jadikan teladan. 

Mat Choiri seorang tukang becak asal Madura yang sering mangkal di depan supermarket Giant di Jl. Rajawali Surabaya. Dia menjadi buah bibir di sana karena kejujurannya mengembalikan barang dan uang senilai Rp.20 juta lebih milik seorang penumpangnya. Cerita ini terjadi akhir tahun 2012 lalu. 

Waktu itu sekiar pukul 08.30 WIB, Mat Choiri mendapat order untuk mengantarkan barang-barang milik Siti Rukmi ke rumahnya di daerah Wonokusumo. Dia dibekali alamat rumah oleh Siti Rukmi.

Mat Coiri kemudian mengantar barang-barang itu ke daerah Wonokusmo, alamat yang diberikan. Tapi sayang, meski sudah berputar-putar alamat itu tidak dia temukan. Karena curiga akan isi barang, Mat Choiri mencoba mengecek barang-barang itu.

Dia khawatir barang itu berisi narkoba atau barang terlarang. Tapi ternyata hanya sembako biasa dan ada sebuah tas kecil yang terbuka dan memperlihatkan sejumlah uang serta perhiasan yang nilainya Rp.20-an juta. Rupanya tas itu ikut tertinggal bersama barang-barang disana. 

Kepada Rangga Umara reporter Suara Surabaya, Mat Choiri mengaku jantungnya berdegub kencang melihat uang sebanyak itu. Dia bisa saja mengambil barang dan uang itu dan kabur, toh si pemiliknya tidak tahu identitasnya. 

Tetapi dia sadar itu bukan miliknya. Haram bagi dia mengambil yang bukan haknya. Meskipun ekonomi keluarganya sangat tidak baik, dia memutuaskan untuk kembali ke Giant Rajawali. 

Namun, Siti Rukmi yang mengordernya sudah tidak terlihat. Lalu Mat Choiri mengembalikan semua barang-barang itu utuh ke seorang petugas Giant sambil menyebutkan ciri-ciri Siti Rukmi sang pemilik barang.

Keesokan harinya, Siti Rukmi kembali ke Giant dan bukan main gembiranya dia karena barang-barang berharganya semua masih utuh dan menyampaikan ucapan terima kasih pada Mat Choiri lewat surat pembaca di sebuah surat kabar di Surabaya.

Mat Choiri tidak mau dipuji karena merasa yang dia lakukan adalah hal biasa saja. Meski begitu, sosok Mat Choiri ini mungkin sosok yang langka di negeri ini. Jujur dan takut mengambil sesuatu yang bukan haknya. 

Diantara teman-temannya, Mat Choiri ini memang dikenal jujur. Dia pun tidak pernah mengenakan tarif yang melebihi kewajaran saat mengantarkan penumpang. Bagi Mat Choiri sendiri menjadi tukang becaklah satu-satunya andalan dia untuk menyambung hidupnya dan keluarga. 

Dengan pendapatan paling besar hanya Rp.50.000 perhari, dipotong biaya makan, rokok dan sewa becak sebulan paling banyak dia hanya bisa membawa pulang maksimal Rp.600.000. Meski begitu dia mengaku cukup bangga karena dua anaknya berprestasi. Mereka bersekolah di pesantren di Madura dan dibebaskan dari SPP karena pintar.

Meski tidak lulus SD dan hanya jadi tukang becak, Mat Choiri punya padangan hidup yang luar biasa. Keluargnya dia ajari hidup dengan jujur, bekerja keras dan takut pada Tuhan. Setiap perbuatan pasti akan mendapat balasan dari Tuhan, kata Mat Choiri. 

Itu jugalah yang membuatnya takut untuk mengambil uang dan barang senilai Rp.20 juta milik Siti Rukmi penumpangnya akhir tahun lalu. Meskipun kesempatan itu terbuka lebar untuknya. 

Karena Siti Rukmi pemilik barang tidak tahu identitasnya. Tetapi dia tidak mau mengkhianati prinsip hidupnya yaitu kejujuran. Tidak peduli hidup miskin dan sering dipandang sebelah mata, tetapi kejujuran harus tetap dijunjung tinggi, ujar dia.

Itu jugalah yang membuat Mat Choiri memilih untuk tidak mangkal di depan Giant Jl. Rajawali selama beberapa hari sesudah dia mengembalikan barang dan uang Rp.20 juta itu. Dia tahu, bahwa Siti Rukmi si pemilik barang pasti akan mencarinya dan mungkin memberinya imbalan, dia tidak mau itu. [suarasurabaya.net]


Toko yang Menjual Istri


Toko yang menjual istri, baru saja dibuka di sebuah kota . Di sana , laki2 dapat memilih istri.
Di antara instruksi-instruksi yang ada di pintu masuk terdapat instruksi yang menunjukkan bagaimana aturan main untuk masuk toko tersebut.
“Kamu hanya dapat mengunjungi toko ini SATU KALI”
Toko tersebut terdiri dari 6 lantai dimana setiap lantai akan menunjukkan sebuah calon kelompok istri. Semakin tinggi lantainya, semakin tinggi pula nilai wanita tersebut.
Bagaimanapun, ini adalah semacam jebakan. Kamu dapat memilih wanita di lantai tertentu atau lebih memilih ke lantai berikutnya tetapi dengan syarat tidak bisa turun ke lantai sebelumnya kecuali untuk keluar dari toko.
Lalu, seorang laki2 pun pergi ke toko “istri” tersebut untuk mencari istri…
Di lantai 1 terdapat tulisan seperti ini :
Lantai 1 : wanita di lantai ini memiliki pekerjaan dan taat pada Tuhan.
laki2 itu tersenyum,kemudian dia naik ke lantai selanjutnya.
Di lantai 2 terdapat tulisan seperti ini :
Lantai 2 : wanita di lantai ini memiliki pekerjaan, taat pada Tuhan, dan senang anak kecil. Kembali laki2 itu naik ke lantai selanjutnya.
Di lantai 3 terdapat tulisan seperti ini :
Lantai 3 : wanita di lantai ini memiliki pekerjaan, taat pada Tuhan, senang anak kecil dan cantik banget.
” Wow”, tetapi pikirannya masih penasaran dan terus naik.
Lalu sampailah laki2 itu di lantai 4 dan terdapat tulisan Lantai 4 :
wanita di lantai ini yang memiliki pekerjaan, taat pada Tuhan, senang anak kecil, cantik banget dan suka membantu pekerjaan rumah.
”Ya ampun !” Dia berseru, ”Aku hampir tak percaya”
Dan dia tetap melanjutkan ke lantai 5 dan terdapat tulisan seperti ini :
Lantai 5 : wanita di lantai ini memiliki pekerjaan, taat pada Tuhan, senang anak kecil,cantik banget,suka membantu pekerjaan rumah, dan memiliki rasa romantis.
Dia tergoda untuk berhenti tapi kemudian dia
melangkah kembali ke lantai 6 dan terdapat tulisan seperti ini :
Lantai 6 : Anda adalah pengunjung yang ke 4.363.012.000. Tidak ada wanita di lantai ini. Lantai ini hanya semata-mata bukti untuk Anda yang tidak pernah puas. Terima kasih telah berbelanja di toko “istri”. Hati-hati ketika keluar toko dan semoga hari yang indah buat Anda.
Pesan moral ini bkn cm utk pria tp jg wanita: “Tetaplah slalu merasa puas akan pasangan yg sudah Tuhan sediakan. Jgn terus mencari yg terbaik tp jadikanlah yg baik yg ada dr yg sudah Tuhan sediakan, itulah pasangan yg terbaik bagi kamu seumur hidupmu hingga maut memisahkan.

Kisah Sukses Seorang Kawan


“Apa sih amalan khusus yang kamu lakukan, sehingga Allah SWT memberikan pertolongan
dan perlindungan kepadamu sedemikian rupa?” Demikian pertanyaan para kerabat yang menjenguk saya, sepulang saya dari Rumah Sakit. Saya maklum. Bahkan saya sendiri juga heran, karena amal ibadah saya biasa-biasa saja. Tak ada yang istimewa pada diri saya. Tapi alhamdulillah, di luar dugaan sebuah kecelakaan dahsyat ternyata tidak sampai berakibat fatal pada diri saya. Bahkan, diabetes saya sembuh setelahnya.


Ceritanya begini. Saya ini seorang staf penjualan di sebuah perusahaan asing di Surabaya.
Rumah saya di Malang. Jadi, setiap hari kerja saya pergi-pulang rute Malang-Surabaya. Pada 10 Desember 2010, usai shalat Jum’at saya mengemudi mobil dari Surabaya menuju Malang. Sore itu saya ada janji dengan salah satu customer di Kota Apel. Rencana saya, setelah menemui customer itu, bisa langsung pulang. Kira-kira pukul 15.30 WIB saya sampai di Purwosari, sejarak 15 km sebelum kota Malang. Spot ini dikenal sebagai jalur rawan kecelakaan. Sampai di sebuah putaran balik, tiba-tiba sebuah truk dari arah Malang nyelonong menghajar mobil saya. Braaakkk! Tabrakan “adu tanduk kebo” tak terhindarkan.


Belakangan saya baru tahu, truk itu remnya blong. Si sopir gagal menghentikan laju kendaraannya di jalan yang menurun. Mau banting stir kiri, dalamnya jurang dan sungai menganga. Sedangkan jika banting stir ke kanan, akan menghajar separator jalan. Maka sopir truk itu banting stir ke kanan tepat di sebuah ruas putaran balik, persis ketika saya melintas di situ. Sebelum semuanya gelap, saya sempat memberikan nomor kontak kantor dan keluarga kepada polisi untuk dikabari.


Ketika sadar, saya sudah berada di RS Saiful Anwar Malang. Luka yang saya alami cukup parah; Tengkorak muka remuk dan kedua tulang tangan kanan saya patah sama sekali.
Di rumah sakit, saya ditangani dokter spesialis syaraf yaitu Dr. Widodo, dengan tim medis yang terdiri 7 dokter syaraf, bedah syaraf, bedah tulang, bedah kosmetik, internist, mata, dan dokter THT. Sebelum kecelakaan, saya sudah menderita diabetes. Jadi, saya tidak bisa langsung dioperasi untuk memperbaiki tulang-tulang tengkorak muka dan lengan. Sebab, kata dokter, kadar gula darah saya masih tinggi sehingga harus diturunkan dan distabilkan dulu.


Sepekan kemudian, pada 17 Desember 2010, akhirnya dokter memutuskan saya bisa menjalani operasi bedah tulang dan kosmetik. Dua hari jelang operasi, istri saya berkeliling rumah sakit dan pasar di dekat situ untuk bersedekah. Dia bagikan uang kepada orang-orang tua dan para pasien di IRD yang tidak memiliki biaya untuk berobat, sambil meminta doa untuk kesembuhan saya. Sehari jelang operasi, tulang tengkorak wajah saya difoto rontgen oleh dokter bedah plastik.
 

Hasilnya, Subhanallah, Allahuakbar, hampir seluruh tengkorak muka saya sudah tersambung kembali dengan sendirinya! Sehingga menurut dokter, hanya diperlukan pemasangan satu pen dipipi kanan saya. Untuk tulang lengan saya yang patah, masih tetap harus dioperasi untuk memasang pen. Setelah kesadaran saya membaik, saya ditangani oleh dokter syaraf. Waktu diperiksa olehnya, saya tidak sanggup melakukan gerakan-gerakan sederhana seperti memegang telinga kiri dengan tangan kanan, menulis satu kalimat sederhana, membedakan bentuk-bentuk sederhana seperti bola, kubus, piramid, dan lain-lain. Bahkan, saya tidak bisa mengingat nama benda-benda disekitar saya!.
 
Dengan hasil pemerikasaan seperti itu, dokter syaraf menyampaikan kabar seram pada istri saya, bahwa saya akan kehilangan 50% memori ingatan saya. Dan, biasanya perlu beberapa bulan perawatan untuk memulihkannya. Namun, baru 2 minggu menjalani rawat inap, saya sudah boleh pulang. Kondisi saya secara umum sudah baik, walau memori otak saya belum 100% pulih.

Kenyataan ini betul-betul mengherankan dokter syaraf yang menangani saya. Sebab, katanya, dia pernah memiliki pasien yang kondisinya mirip saya dan harus dirawat di RS sampai 7 bulan lamanya. Rawat jalan di rumah, saya masih belum bisa mengingat beberapa nama benda di sekitar saya. Secara berkala, saya masih tetap harus kontrol ke dokter, terutama untuk kesehatan syaraf dan internist.
Alhamdulillah, sekitar 2 bulan di rumah, memori saya terus membaik. Dan yang luar biasa lagi menurut dokter internist yang menangani saya, diabetes saya dinyatakan sembuh! Allahuakbar!

Untuk mengatasi sakit kepala dan pusing (vertigo), saya juga berobat dengan akupunktur (tusuk jarum). Pengobatan alternatif ini cukup efektif, sehingga rasa sakit terus berkurang.Menjawab keheranan tim medis maupun sanak- saudara yang membesuk atas “keajaiban” kesembuhan saya, terus terang saya pun belum menemukan jawaban yang pas. Namun setelah merenungi semuanya, jawaban atas keajaiban itu tak lain adalah sedekah. Baik
yang dilakukan istri saya ketika di rumah sakit, maupun yang saya lakukan sebelum kecelakaan. Ya, dua hari sebelum ditabrak truk, saya mengajak anak-anak penghuni Panti Asuhan Nurul Hayat Malang makan di sebuah resto fasfood dari Amerika. Sebelumnya, mereka pun pernah saya traktir makan di sebuah resto makanan Italia.

Bukan apa-apa, saya sekadar ingin memberi pengalaman mereka makan di rumah makan
waralaba mancanegara. Sehingga, meskipun tinggal di asrama yatim-piatu, mereka bisa
“mengimbangi” cerita pengalaman serupa teman-teman mereka dari keluarga mampu.
Duh, betapa bahagia saya menyaksikan binar bahagia di wajah mereka tatkala makan di resto tersebut. Saya yakin, itu jadi pengalaman luar biasa dalam hidup mereka.
Maka ketika saya mendapat musibah kecelakaan, doa mereka usai shalat fardhu dan tahajud terpanjatkan untuk kesembuhan saya. Begitulah yang saya dengar dari pengasuh mereka.

Sebagai tanda rasa terima kasih sekaligus syukuran, setelah lumayan sembuh saya ajak mereka makan di sebuah resto fastfood yang lain lagi. Biar lebih lengkaplah pengalaman anak-anak dhuafa tersebut. Dari pengalaman ini, sekarang saya hampir tak berpikir panjang untuk bersedekah kepada orang-orang yang membutuhkan. Tentu, juga diiringi dengan meningkatkan amal ibadah yang lain seperti shalat fardhu tepat waktu dan berjamaah, shalat rawatib, dhuha, tahajud, taubat, hajat, puasa, sunnah dll.
Sesuai wasiat Ustadz Yusuf Mansur, bersedekah ibarat menanam bibit tetumbuhan. Agar bibit tumbuh subur dan berbuah manis, harus rajin dirawat, dipupuk, dan disirami. Pun begitu dengan sedekah, yang harus dilengkapi dengan amalan-amalan ibadah sunah.

Dikabarkan oleh Kawan bernama:
13 April 2012
Adinandra Wardhana
Diabetes Hilang Memori Kembali

Kisah Renungan Seorang Wanita dan Tukang Besi - Cerita Nyata Islami Ispiratif Mengharukan

Kisah Renungan Seorang Wanita dan Tukang Besi - Cerita Nyata Islami Ispiratif Mengharukan- Ketika si tukang besi sedang duduk di rumahnya melepas lelah setelah seharian bekerja, tiba-tiba terdengar pintu rumahnya diketuk orang. Si tukang besi keluar untuk melihatnya, pandangannya menubruk pada sesosok wanita cantik yang tak lain adalah tetangganya.

“Saudaraku, aku menderita kelaparan. Jika bukan karena tuntutan agamaku yang menyuruh untuk memelihara jiwa (hifdz al-Nafs), aku tidak akan datang ke rumahmu. Maukah engkau memberikan makanan padaku karena Allah?” Tutur wanita itu.

Ketika itu, memang tengah datang musim paceklik (kemarau). Sawah dan ladang mengering. Tanah pecah berbongkah-bongkah. Padang rumput menjadi tandus hingga hewan ternak menjadi kurus dan akhirnya mati. Makanan menjadi langka, maka tak pelak kelaparan melanda sebagian besar penduduk desa itu. Hanya sebagian kecil yang masih bisa bertahan.

“Tidakkah engkau tahu bahwa aku mencintaim? Akan kuberi engkau makanan, tetapi engkau harus melayaniku semalam,” kata tukang besi itu.

Si tukang besi memang jatuh hati kepada tetangganya itu. Dia merayunya dengan berbagai cara dan taktik, namun tak juga berhasil meluluhkan hati wanita itu.

“Lebih baik mati kelaparan daripada durhaka kepada Allah,” ujar wanita itu lagi sambil berlalu menuju rumahnya.

Setelah dua hari berlalu, wanita itu kembali mendatangi rumah si tukang besi dan mengatakan hal yang sama. Demikian pula jawaban si tukang besi.

Ia akan memberi makanan asalkan wanita itu mau menyerahkan dirinya. Mendengar jawaban yang sama, wanita itupun kembali ke rumahnya.

Dua hari kemudian, wanita itu datang lagi ke rumah tukang besi itu dalam keadaan payah. Suaranya parau, matanya sayu, dan punggungnya membungkuk karena menahan lapar yang tiada tara. Ia kembali mengatakan hal serupa. Begitu pula jawaban si tukang besi, sama dengan yang sudah-sudah. Wanita itu kembali ke rumahnya dengan tangan kosong untuk kali ketiga.

Ketika itulah, Allah memberikan hidayah-Nya kepada si tukang besi. “Sungguh celaka aku ini, seorang wanita mulia datang kepadaku, dan aku terus berlaku dzalim kepadanya,” tutur tukang besi dalam hatinya. “Ya Allah aku bertaubat kepada-Mu dari perbuatanku dan aku tidak akan mengganggu wanita itu lagi selamanya.”

Si tukang besi itu bergegas mengambil makanan dan pergi ke rumah wanita itu. Diketuknya pintu rumah wanita itu. Tak lama berselang, kerekek…terlihat pintu terbuka dan muncullah sesosok wanita yang nampak kuyu. Melihat si tukang besi berdiri di depan pintu rumahnya, wanita itu bertanya, “Apa keperluanmu datang ke rumahku?”

“Aku bermaksud mengantarkan sedikit makanan yang aku punya. Jangan khawatir, aku memberinya karena Allah,” jawab si tukang besi itu.

“Ya Allah, jika benar apa yang dikatakannya, maka haramkanlah ia dari api di dunia dan akhirat,” tutur wanita itu seraya menengadahkan kedua tanganya ke langit.

Si tukang besi itu pulang ke rumahnya. Ia memasak makanan yang tersisa buat dirinya. Tiba-tiba secara tak sengaja bara api mengenai kakinya, namun kaki si tukang besi itu tidak terbakar. Bergegas ia menemui wanita itu lagi.

“Wanita yang mulia, Allah telah mengabulkan doamu,” ujar si tukang besi.

Seketika itu, wanita itu sujud syukur kepada Allah.

“Ya Allah engkau telah mewujudkan doaku, maka cabutlah nyawaku saat ini juga.” Terdengar suara lirih dari mulut wanita itu dalam sujudnya. Allah kembali mendengar doanya. Wanita itupun berpulang ke Rahmatullah dalam keadaan sujud.

Demikianlah kisah seorang wanita yang menjaga kehormatannya meskipun harus menahan rasa lapar yang tiada tara.

Setiap muslimah mestinya dapat mengambil i’tibar (pelajaran berharga) dari berbagai kisah wanita sholehah yang telah diuraikan di muka. Merekalah yang mestinya dijadikan suri tauladan dalam kehidupan keseharian, bukan para artis yang menawarkan gaya hidup hedonisme dan materialisme

Semoga tulisan sederhana ini membawa banyak manfaat bagi yang membacanya. Segala kesalahan adalah dari saya pribadi, untuk itu saya mengucapkan mohon maaf yang sebesar-besarnya. Dan kebenaran itu mutlak milik Allah Azza Wa Jalla...Wallahu Musta'an

Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu alla ila ha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika . . 


Sumber:
http://duniakisahnyata.blogspot.com/2011/11/kisah-renungan-seorang-wanita-dan.html


Jangan Beranggapan yang Kecil itu Sepele

Uang Rp 1000 & Rp 100.000 sama2 terbuat dari kertas, sama2 dicetak & diedarkan oleh BI. Ketika bersamaan mereka keluar dan berpisah dari Bank dan beredar dimasyarakat, 4 bulan kemudian mereka bertemu lg secara tdk sengaja didlm dompet seorang pemuda. Kemudian diantara kedua uang tsb terjadilah percakapan. Yg Rp 100.000 bertanya kpd Rp 1000, "Knp badan km begitu lusuk, kotor dan bau amis?"

 
Rp. 1.000 menjawab, "Karena aku begitu keluar dari Bank langsung ditangan orang2 bawahan dari tukang becak, tukang sayur, penjual ikan dan ditangan pengemis"
Lalu Rp.1000.bertanya balik kpd Rp 100.000, "Knp km kelihatan begitu baru, rapi dan masih bersih?"
Dijawabnya, "Karena begitu aku keluar dari Bank, langsung disambut perempuan cantik, & beredarnyapun di restoran mahal, di mall & jg hotel2 berbintang serta keberadaanku selalu di jaga dan jarang keluar dari dompet"

Lalu Rp 1000 bertanya lg, "Pernahkah engkau mampir di tempat ibadah?"
Dijawablah, "Belum pernah" Rp 1000 pun berkata lg, "Ketahuilah walaupun aku hanya Rp 1.000, tetapi aku selalu mampir di rumah TUHAN dan ditangan anak2 yatim, bahkan aku selalu bersyukur kpd TUHAN. Aku tdk dipandang bukan sebuah nilai, tetapi adalah sebuah manfaat."


Akhirnya menangislah Rp 100.000 karena merasa besar, hebat, tinggi tetapi tdk begitu bermanfaat selama ini. Jadi bukan seberapa besar penghasilan kita, tetapi seberapa bermanfaat penghasilannya dipakai utk memuliakan TUHAN dan sebagai Channel of blessing bagi orang yg tdk mampu. Karena kekayaan bukanlah utk kesombongan!!
Semoga ini menjadi renungan utk kita.




RAHASIA KECERDASAN ORANG YAHUDI

Artikel Dr Stephen Carr Leon patut menjadi renungan bersama. Stephen menulis dari pengamatan langsung. Setelah berada 3 tahun di Israel karena menjalani housemanship dibeberapa rumah sakit di sana. Dirinya melihat ada beberapa hal yang menarik yang dapat ditarik sebagai bahan tesisnya, yaitu, "Mengapa Yahudi Pintar?"


Ketika tahun kedua, akhir bulan Desember 1980, Stephen sedang menghitung hari untuk pulang ke California, terlintas di benaknya, apa sebabnya Yahudi begitu pintar? Kenapa tuhan memberi kelebihan kepada mereka? Apakah ini suatu kebetulan? Atau hasil usaha sendiri? Maka Stephen tergerak membuat tesis untuk Phd-nya. Sekadar untuk Anda ketahui, tesis ini memakan waktu hampir delapan tahun. Karena harus mengumpulkan data-data yang setepat mungkin.

Marilah kita mulai dengan persiapan awal melahirkan. Di Israel, setelah mengetahui sang ibu sedang mengandung, sang ibu akan sering menyanyi dan bermain piano. Si ibu dan bapak akan membeli buku matematika dan menyelesaikan soal bersama suami.

Stephen sungguh heran karena temannya yang mengandung sering membawa buku matematika dan bertanya beberapa soal yang tak dapat diselesaikan. Kebetulan Stephen suka matematika. Stephen bertanya, "Apakah ini untuk anak kamu?" Dia menjawab, "Iya, ini untuk anak saya yang masih di kandungan, saya sedang melatih otaknya, semoga ia menjadi jenius."

Hal ini membuat Stephen tertarik untuk mengikut terus perkembangannya. Kembali ke matematika tadi, tanpa merasa jenuh si calon ibu mengerjakan latihan matematika sampai genap melahirkan. Hal lain yang Stephen perhatikan adalah cara makan. Sejak awal mengandung dia suka sekali memakan kacang badam dan korma bersama susu. Tengah hari makanan utamanya roti dan ikan tanpa kepala bersama salad yang dicampur dengan badam dan berbagai jenis kacang-kacangan.


Menurut wanita Yahudi itu, daging ikan sungguh baik untuk perkembangan otak dan kepala ikan mengandungi kimia yang tidak baik yang dapat merusak perkembangan dan penumbuhan otak anak didalam kandungan. Ini adalah adat orang orang Yahudi ketika mengandung. menjadi semacam kewajiban untuk ibu yang sedang mengandung mengonsumsi pil minyak ikan.

Ketika diundang untuk makan malam bersama orang orang Yahudi. Begitu Stephen menceritakan, "Perhatian utama saya adalah menu mereka. Pada setiap undangan yang sama saya perhatikan, mereka gemar sekali memakan ikan (hanya isi atau fillet)," ungkapnya.

Siti Penjual Bakso berusia 7 Tahun

Siti Penjual Bakso berusia 7 Tahun membuat miris pembaca kaskus dan kompasiana dengan kisah perjuangan hidupnya. Siti orang pinggiran adalah seorang anak yatim yang harus ikut bekerja membiayai hidupnya dan ibunya dengan berjualan bakso keliling. Siti Pedagang Bakso cilik tinggal diDesa Karangkamulyan, Kec. Cihara, Kabupaten Lebak, Banten Selatan. Siti orang pinggiran yang harus kita pedulikan. Tulisan ini adalah milik seorang penulis kompasiana. Mari kita simak kisah hidup Siti Bocah Penjual Bakso

Siti Penjual Bakso berusia 7 Tahun

Siti, seorang bocah yatim yang ditinggal mati ayahnya sejak usia 2 tahun. Kini Siti berumur 7 tahun. Sehari-hari sepulang sekolah Siti masih harus berkeliling kampung menjajakan bakso. Karena ia masih anak-anak, tentu belum bisa mendorong rombong bakso. Jadi bakso dan kuahnya dimasukkan dalam termos nasi yang sebenarnya terlalu besar untuk anak seusianya. Termos seukuran itu berisi kuah tentu sangat berat.
Tangan kanan menenteng termos, tangan kiri menenteng ember plastik hitam berisi mangkok-mangkok, sendok kuah, dan peralatan lain. Dengan terseok-seok menenteng beban seberat itu, Siti harus berjalan keluar masuk kampung, terkadang jalanannya menanjak naik. Kalau ada pembeli, Siti akan meracik baksonya di mangkok yang diletakkan di lantai. Maklum ia tak punya meja. Terkadang jika ada anak yang membeli baksonya, Siti ingin bisa ikut mencicipi. Tapi ia terpaksa hanya menelan ludah, menahan keinginan itu. Setelah 4 jam berkeliling, ia mendapat upah2000 perak saja! Kalau baksonya tak habis, upahnya hanya Rp. 1000,- saja. Lembaran seribuan lusuh berkali-kali digulung-gulungnya.
Sampai di rumah, Siti tak mendapati siapapun. Ibunya jadi buruh mencangkul lumpur di sawah milik orang lain. Tak setiap hari ia mendapat upah uang tunai. Terkadang ia hanya dijanjikan jika kelak panenan berhasil ia akan mendapatkan bagi hasilnya. Setiap hari kaki Ibunda Siti berlumur lumpur sampai setinggi paha. Ia hanya bisa berharap kelak panenan benar-benar berhasil agar bisa mendapat bayaran.

Hari itu Siti ingin bisa makan kangkung. Ia pergi ke rumah tetangganya, mengetuk pintu dan meminta ijin agar boleh mengambil kangkung. Meski sebenarnya Siti bisa saja langsung memetiknya, tapi ia selalu ingat pesan Ibunya untuk selalu minta ijin dulu pada pemiliknya. Setelah diijinkan, Siti langsung berkubang di empang untuk memetik kangkung, sebatas kebutuhannya bersama Ibunya. Petang hari Ibunya pulang. Siti menyerahkan 2000 perak yang didapatnya. Ia bangga bisa membantu Ibunya. Lalu Ibunya memasak kangkung hanya dengan garam. Berdua mereka makan di atas piring seng tua, sepiring nasi tak penuh sepiring, dimakan berdua hanya dengan kangkung dan garam. Bahkan ikan asin pun tak terbeli, kata Ibunda Siti.
Bayangkan, anak sekecil itu, pulang sekolah menenteng beban berat jualan bakso keliling kampung, tiba di rumah tak ada makanan. Kondisi rumahnya pun hanya sepetak ruangan berdinding kayu lapuk, atapnya bocor sana-sini. Sama sekali tak layak disebut rumah. Dengan kondisi kelelahan, dia kesepian sendiri menunggu Ibunya pulang hingga petang hari.
Sering Siti mengatakan dirinya kangen ayahnya. Ketika anak-anak lain di kampung mendapat kiriman uang dari ayah mereka yang bekerja di kota, Siti suka bertanya kapan ia dapat kiriman. Tapi kini Siti sudah paham bahwa ayahnya sudah wafat. Ia sering mengajak Ibunya ke makam ayahnya, berdoa disana. Makam ayahnya tak bernisan, tak ada uang pembeli nisan. Hanya sebatang kelapa penanda itu makam ayah Siti. Dengan rajin Siti menyapu sampah yang nyaris menutupi makam ayahnya. Disanalah Siti bersama Ibunya sering menangis sembari memanjatkan doa. Dalam doanya Siti selalu memohon agar dberi kesehatan supaya bisa tetap sekolah dan mengaji. Keinginan Siti sederhana saja : bisa beli sepatu dan tas untuk dipakai sekolah sebab miliknya sudah rusak.
Kepikiran dengan konsidi Siti, dini hari terbangun dari tidur saya buka internet dan search situs Trans7 khususnya acara Orang-Orang Pinggiran. Akhirnya saya dapatkan alamat Siti di Kampung Cipendeuy, Desa Cibereum, Cilangkahan, Banten dan nomor contact person Pak Tono 0858 1378 8136.

Usai sholat Subuh saya hubungi Pak Tono, meski agak sulit bisa tersambung. Beliau tinggal sekitar 50 km jauhnya dari kampung Siti. Pak Tono-lah yang menghubungi Trans7 agar mengangkat kisah hidup Siti di acara OOP. Menurut keterangan Pak Tono, keluarga itu memang sangat miskin, Ibunda Siti tak punya KTP. Pantas saja dia tak terjangkau bantuan resmi Pemerintah yang selalu mengedepankan persyaratan legalitas formal ketimbang fakta kemiskinan itu sendiri. Pak Tono bersedia menjemput saya di Malimping, lalu bersama-sama menuju rumah Siti, jika kita mau memberikan bantuan. Pak Tono berpesan jangan bawa mobil sedan sebab tak bakal bisa masuk dengan medan jalan yang berat.
Saya pun lalu menghubungi Rumah Zakat kota Cilegon. Saya meminta pihak Rumah Zakat sebagai aksi “tanggap darurat” agar bisa menyalurkan kornet Super Qurban agar Siti dan Ibunya bisa makan daging, setidaknya menyelematkan mereka dari ancaman gizi buruk. Dari obrolan saya dengan Pengurus Rumah Zakat, saya sampaikan keinginan saya untuk memberi Siti dan Ibunya “kail”. Memberi “ikan” untuk tahap awal boleh-boleh saja, tapi memberdayakan Ibunda Siti agar bisa mandiri secara ekonomi tentunya akan lebih bermanfaat untuk jangka panjang. Saya berpikir alangkah baiknya memberi modal pada Ibunda Siti untuk berjualan makanan dan buka warung bakso, agar kedua ibu dan anak itu tidak terpisah seharian. Siti juga tak perlu berlelah-lelah seharian, dia bisa bantu Ibunya berjualan sambil belajar.
Mengingat untuk memberi “kail” tentu butuh dana tak sedikit, pagi ini saya menulis kisah Siti dan memforward ke grup-grup BBM yang ada di kontak BB saya. Juga melalui facebook. Alhamdulillah sudah ada beberapa respon positif dari beberapa teman saya. Bahkan ada yang sudah tak sabar ingin segera diajak ke Malimping untuk menemui Siti dan memeluknya. Bukan hanya bantuan berupa uang yang saya kumpulkan, tapi jika ada teman-teman yang punya putri berusia 7-8 tahun, biasanya bajunya cepat sesak meski masih bagus, alangkah bermanfaat kalau diberikan pada Siti.
Adapula teman yang menawarkan jadi orang tua asuh Siti dan mengajak Siti dan Ibunya tinggal di rumahnya. Semua itu akan saya sampaikan kepada Pak Tono dan Ibunda Siti kalau saya bertemu nanti. Saya menulis artikel ini bukan ingin menjadikan Siti seperti Darsem, TKW yang jadi milyarder mendadak dan kemudian bermewah-mewah dengan uang sumbangan donatur pemirsa TV sehingga pemirsa akhirnya mensomasi Darsem. Jika permasalahan Siti telah teratasi kelak, uang yang terkumpul akan saya minta kepada Rumah Zakat untuk disalurkan kepada Siti-Siti lain yang saya yakin jumlahnya ada beberapa di sekitar kampung Siti.
Mengetuk hati penguasa formal, mungkin sudah tak banyak membantu. Saya menulis shout kepada Ibu Atut sebagai “Ratu” penguasa Banten ketika kejadian jembatan ala Indiana Jones terekspose, tapi toh tak ada respon. Di media massa juga tak ada tanggapan dari Gubernur Banten meski kisah itu sudah masuk pemberitaan media massa internasional. Tapi dengan melalui grup BBM, Facebook dan Kompasiana, saya yakin masih ada orang-rang yang terketuk hatinya untuk berbagi dan menolong. Berikut saya tampilkan foto-foto Siti yang saya ambil dari FB Orang-Orang Pinggiran. Semoga menyentuh hati nurani kita semua.

Video Siti Bocah Cilik Penjual Bakso dengan untung Rp 2000/hari

Suara siti pas nawarin bakso bikin ane nangis, gan  
Banyak yang tergerak untuk membantu Siti bocah penjual bakso baik melalui komunitas kaskus, kompasiana maupun bantuan dari Trans7. Diharapkan orang pinggiran seperti Siti dapat tertolong dengan bantuan teknologi informasi dari para dermawan di kota besar. Ayo kita bantu Siti Bocah Penjual Bakso!


Source:
http://www.ronywijaya.web.id/2012/03/siti-penjual-bakso.html

Bagi yang ingin mengirimkan donasi

  • Trit bala bantuan kaskuser dan tempat mengirimkan donasi di sini (saat ini sudah mencapai nominal Rp. 23.400.000 dan rencananya akan disumbangkan dalam bentuk produktif warung bakso+modal dan biaya sekolah)
  • Tulisan asli oleh Ira Oemar di kompasiana di sini
  • Update Kunjungan ke rumah siti 1 di sini
  • Update Kunjungan ke rumah siti 2 di sini
  • Update Kunjungan ke rumah siti 3 di sini
  • Link Album Facebook Siti Penjual Bakso Berusia 7 Tahun di sini

Kakek Penjual Amplop di ITB

Kisah Kakek Penjual Amplop di ITB. Kisah nyata ini ditulis oleh seorang dosen ITB bernama Rinaldi Munir mengenai seorang kakek yang tidak gentar berjuang untuk hidup dengan mencari nafkah dari hasil berjualan amplop di Masjid Salman ITB. Jaman sekarang amplop bukanlah sesuatu yang sangat dibutuhkan, tidak jarang kakek ini tidak laku jualannya dan pulang dengan tangan hampa. Mari kita simak kisah Kakek Penjual Amplop di ITB.


Kakek Penjual Amplop di ITB
Setiap menuju ke Masjid Salman ITB untuk shalat Jumat saya selalu melihat seorang Kakek tua yang duduk terpekur di depan dagangannya. Dia menjual kertas amplop yang sudah dibungkus di dalam plastik. Sepintas barang jualannya itu terasa “aneh” di antara pedagang lain yang memenuhi pasar kaget di seputaran Jalan Ganesha setiap hari Jumat. Pedagang di pasar kaget umumnya berjualan makanan, pakaian, DVD bajakan, barang mainan anak, sepatu dan barang-barang asesori lainnya. Tentu agak aneh dia “nyempil” sendiri menjual amplop, barang yang tidak terlalu dibutuhkan pada zaman yang serba elektronis seperti saat ini. Masa kejayaan pengiriman surat secara konvensional sudah berlalu, namun Kakek itu tetap menjual amplop. Mungkin Kakek itu tidak mengikuti perkembangan zaman, apalagi perkembangan teknologi informasi yang serba cepat dan instan, sehingga dia pikir masih ada orang yang membutuhkan amplop untuk berkirim surat.

Kehadiran Kakek tua dengan dagangannya yang tidak laku-laku itu menimbulkan rasa iba. Siapa sih yang mau membeli amplopnya itu? Tidak satupun orang yang lewat menuju masjid tertarik untuk membelinya. Lalu lalang orang yang bergegas menuju masjid Salman seolah tidak mempedulikan kehadiran Kakek tua itu.

Kemarin ketika hendak shalat Jumat di Salman saya melihat Kakek tua itu lagi sedang duduk terpekur. Saya sudah berjanji akan membeli amplopnya itu usai shalat, meskipun sebenarnya saya tidak terlalu membutuhkan benda tersebut. Yach, sekedar ingin membantu Kakek itu melariskan dagangannya. Seusai shalat Jumat dan hendak kembali ke kantor, saya menghampiri Kakek tadi. Saya tanya berapa harga amplopnya dalam satu bungkus plastik itu. “Seribu”, jawabnya dengan suara lirih. Oh Tuhan, harga sebungkus amplop yang isinnya sepuluh lembar itu hanya seribu rupiah? Uang sebesar itu hanya cukup untuk membeli dua gorengan bala-bala pada pedagang gorengan di dekatnya. Uang seribu rupiah yang tidak terlalu berarti bagi kita, tetapi bagi Kakek tua itu sangatlah berarti. Saya tercekat dan berusaha menahan air mata keharuan mendengar harga yang sangat murah itu. “Saya beli ya pak, sepuluh bungkus”, kata saya.

Kakek itu terlihat gembira karena saya membeli amplopnya dalam jumlah banyak. Dia memasukkan sepuluh bungkus amplop yang isinya sepuluh lembar per bungkusnya ke dalam bekas kotak amplop. Tangannya terlihat bergetar ketika memasukkan bungkusan amplop ke dalam kotak.

Saya bertanya kembali kenapa dia menjual amplop semurah itu. Padahal kalau kita membeli amplop di warung tidak mungkin dapat seratus rupiah satu. Dengan uang seribu mungkin hanya dapat lima buah amplop. Kakek itu menunjukkan kepada saya lembar kwitansi pembelian amplop di toko grosir. Tertulis di kwitansi itu nota pembelian 10 bungkus amplop surat senilai Rp7500. “Kakek cuma ambil sedikit”, lirihnya. Jadi, dia hanya mengambil keuntungan Rp250 untuk satu bungkus amplop yang isinya 10 lembar itu. Saya jadi terharu mendengar jawaban jujur si Kakek tua. Jika pedagang nakal ‘menipu’ harga dengan menaikkan harga jual sehingga keuntungan berlipat-lipat, Kakek tua itu hanya mengambil keuntungan yang tidak seberapa. Andaipun terjual sepuluh bungkus amplop saja keuntungannya tidak sampai untuk membeli nasi bungkus di pinggir jalan. Siapalah orang yang mau membeli amplop banyak-banyak pada zaman sekarang? Dalam sehari belum tentu laku sepuluh bungkus saja, apalagi untuk dua puluh bungkus amplop agar dapat membeli nasi.

Setelah selesai saya bayar Rp10.000 untuk sepuluh bungkus amplop, saya kembali menuju kantor. Tidak lupa saya selipkan sedikit uang lebih buat Kakek tua itu untuk membeli makan siang. Si Kakek tua menerima uang itu dengan tangan bergetar sambil mengucapkan terima kasih dengan suara hampir menangis. Saya segera bergegas pergi meninggalkannya karena mata ini sudah tidak tahan untuk meluruhkan air mata. Sambil berjalan saya teringat status seorang teman di fesbuk yang bunyinya begini: “Kakek-Kakek tua menjajakan barang dagangan yang tak laku-laku, ibu-ibu tua yang duduk tepekur di depan warungnya yang selalu sepi. Carilah alasan-alasan untuk membeli barang-barang dari mereka, meski kita tidak membutuhkannya saat ini. Jangan selalu beli barang di mal-mal dan toko-toko yang nyaman dan lengkap….”.

Si Kakek tua penjual amplop adalah salah satu dari mereka, yaitu para pedagang kaki lima yang barangnya tidak laku-laku. Cara paling mudah dan sederhana untuk membantu mereka adalah bukan memberi mereka uang, tetapi belilah jualan mereka atau pakailah jasa mereka. Meskipun barang-barang yang dijual oleh mereka sedikit lebih mahal daripada harga di mal dan toko, tetapi dengan membeli dagangan mereka insya Allah lebih banyak barokahnya, karena secara tidak langsung kita telah membantu kelangsungan usaha dan hidup mereka.

Dalam pandangan saya Kakek tua itu lebih terhormat daripada pengemis yang berkeliaran di masjid Salman, meminta-minta kepada orang yang lewat. Para pengemis itu mengerahkan anak-anak untuk memancing iba para pejalan kaki. Tetapi si Kakek tua tidak mau mengemis, ia tetap kukuh berjualan amplop yang keuntungannya tidak seberapa itu.
 
Di kantor saya amati lagi bungkusan amplop yang saya beli dari si Kakek tua tadi. Mungkin benar saya tidak terlalu membutuhkan amplop surat itu saat ini, tetapi uang sepuluh ribu yang saya keluarkan tadi sangat dibutuhkan si Kakek tua.

Kotak amplop yang berisi 10 bungkus amplop tadi saya simpan di sudut meja kerja. Siapa tahu nanti saya akan memerlukannya. Mungkin pada hari Jumat pekan-pekan selanjutnya saya akan melihat si Kakek tua berjualan kembali di sana, duduk melamun di depan dagangannya yang tak laku-laku.

Mari kita bersyukur telah diberikan kemampuan dan nikmat yang lebih daripada kakek ini. Tentu saja syukur ini akan jadi sekedar basa-basi bila tanpa tindakan nyata. Mari kita bersedekah lebih banyak kepada orang-orang yang diberikan kemampuan ekonomi lemah. Allah akan membalas setiap sedekah kita, amiin.

‎Seorang Nenek Mencuri Singkong karena Kelaparan...Hakim Menangis Saat Menjatuhkan Vonis


Di ruang sidang pengadilan, hakim Marzuki duduk tercenung menyimak tuntutan jaksa PU thdp seorg nenek yg dituduh mencuri singkong, nenek itu berdalih bahwa hidupnya miskin, anak lelakinya sakit, cucunya lapar,.... namun manajer PT A**** K**** (B***i grup) tetap pada tuntutannya, agar menjadi contoh bagi warga lainnya.


Hakim Marzuki menghela nafas, dia memutus di luar tuntutan jaksa Penuntut Umum (PU), 'maafkan saya', katanya sambil memandang nenek itu,. 'saya tak dapat membuat pengecualian hukum, hukum tetap hukum, jadi Anda harus dihukum. Saya mendenda Anda 1juta Rupiah dan jika Anda tdk mampu bayar maka Anda harus masuk penjara 2,5 tahun, seperti tuntutan jaksa PU'.


Nenek itu tertunduk lesu, hatinya remuk redam, sementara hakim Marzuki mencopot topi toganya, membuka dompetnya kemudian mengambil dan memasukkan uang 1juta Rupiah ke topi toganya serta berkata kepada para hadirin.


"Saya atas nama pengadilan, juga menjatuhkan denda kepada tiap orang yang hadir di ruang sidang ini sebesar 50 ribu Rupiah, sebab menetap di kota ini, yang membiarkan seseorang kelaparan sampai harus mencuri untuk memberi makan cucunya, Saudara panitera, tolong kumpulkan dendanya dalam topi toga
saya ini lalu berikan semua hasilnya kepada terdakwa."


Sampai palu diketuk dan hakim Marzuki meninggaikan ruang sidang, nenek itupun pergi dengan mengantongi
uang 3,5 juta Rupiah, termasuk uang 50 ribu yang dibayarkan oleh manajer PT A**** K**** yang tersipu malu karena telah menuntutnya.



Sungguh sayang kisahnya luput dari pers. Kisah ini sungguh menarik sekiranya ada teman yg bisa mendapatkan dokumentasi kisah ini bisa dishare di media untuk jadi contoh kepada aparat penegak hukum lain untuk bekerja menggunakan hati nurani dan mencontoh hakim Marzuki yang berhati mulia.

Sedekah Orang Miskin...

True story dari program RCTI:

Saya menemui Ibu Ela di rumahnya, depan mesjid jami Al Hidayah di Darmaga Lonceng, Bogor. Menemuinya tidak butuh waktu lama, karena hampir semua orang di dekat mesjid itu kenal Ibu Ela. Rumahnya ada di dalam gang, sedikit di bibir sungai.Saya mengucap salam dan dijawab oleh tetangganya…
“Mas.. cari bu Ela ya…?”

“Iya… orangnya ada Bu…?” tanya saya...

“Oh.. dia lagi di sungai” kata ibu tadi

“Ngapain Bu..?” saya bertanya lagi. Mungkin sedang mencuci pakaian, pikir saya.

“Memang kerjaannya tiap hari ke sungai, mungutin sampah-sampah plastik dari botol kemasan sabun atau shampoo… bentar lagi juga pulang.” Jawab itu tadi panjang lebar.

Informasi yang saya terima ternyata benar adanya. Ibu Ela adalah wanita yang pekerjaannya memang mengumpullkan sampah plastic dari kemasan. Cuma saya tidak terbayang, bahwa untuk memperolehnya, dia harus memungut di sungai.

Tak beberapa lama, datang wanita paruh baya, kurus, rambutnya diikat ke belakang, banyak warna putihnya. Ibu Ela. Mengenakan baju bergambar salah satu calon presiden dan wakil presiden pada pemilihan presiden tahun 2004 lalu.Saya langsung menyapa.

“Assalamu’alaikum…”

“Wa’alaikum salam.. Ada apa ya Pak?” tanya Ibu Ela..

“Saya dari tabloid An Nuur, mendapat cerita dari seseorang untuk menemui Ibu. Kami mau wawancara sebentar, boleh Bu…?” saya menjelaskan, dan mengunakan ‘Tabloid An Nuur’ sebagai ‘penyamaran’.

“Oh.. boleh, silahkan masuk.

”Ibu Ela, masuk lewat pintu belakang.. Saya menunggu di depan. Tak beberapa lama, lampu listrik di ruang tengahnya nyala, dan pintu depan pun dibuka.

“Silahkan masuk…

”Saya masuk ke dalam ‘ruang tamu’ yang diisi oleh dua kursi kayu yang sudah reot. Tempat dudukannya busa yang sudah bolong di bagian pinggir. Rupanya Ibu Ela hanya menyalakan lampu listrik jika ada tamu saja. Kalau rumahnya ditinggalkan, listrik biasa dimatikan. Berhemat katanya.

“Sebentar ya Pak, saya ambil air minum dulu” kata Ibu Ela.

Yang dimaksud Ibu Ela dengan ambil air minum adalah menyalakan tungku dengan kayu bakar dan diatasnya ada sebuah panci yang diisi air. Ibu Ela harus memasak air dulu untuk menyediakan air minum bagi tamunya.

“Iya Bu.. ngga usah repot-repot.” Kata saya ngga enak.Kami pun mulai ngobrol, atau ‘wawancara’.

Ibu Ela ini usianya 54 tahun, pekerjaan utamanya mengumpulkan plastic dan menjualnya seharga Rp 7.000 per kilo. Ketika saya tanya aktivitasnya selain mencari plastik,

“Mengaji…” katanya“Hari apa aja Bu…?” Tanya saya

“Hari senin, selasa, rabu, kamis, sabtu…” jawabnya. Hari Jum’at dan Minggu adalah hari untuk menemani Ibu yang dirawat di rumahnya.

Oh.. jadi mengaji rupanya yang jadi aktivitas paling banyak. Ternyata dalam pengajian itu, biasanya ibu-ibu pengajian yang pasti mendapat minuman kemasan, secara sukarela dan otomatis akan mengumpulkan gelas kemasan air mineral dalam plastik dan menjadi oleh-oleh untuk Ibu Ela.

Hmm, sambil menyelam minum air rupanya. Sambil mengaji dapat plastik.

Saya tanya lagi,“Paling jauh pengajiannya dimana Bu?”

“Di dekat terminal Bubulak, ada mesjid taklim tiap Sabtu. Saya selalu hadir; ustadznya bagus sih…” kata Ibu Ela.

“Kesana naik mobil dong..?” tanya saya.

“Saya jalan kaki” kata Ibu Ela

“Kok jalan kaki…?” tanya saya penasaran..Penghasil an Ibu Ela sekitar Rp 7.000 sehari. Saya mau tahu alokasi uang itu untuk kehidupan sehari-harinya. Bingung juga bagaimana bisa hidup dengan uang Rp 7.000 sehari.

“Iya.. mas, saya jalan kaki dari dini.. Ada jalan pintas, walaupun harus lewat sawah dan jalan kecil. Kalau saya jalan kaki, khan saya punya sisa uang Rp 2.000 yang harusnya buat ongkos, nah itu saya sisihkan untuk sedekah ke ustadz…”
Ibu Ela menjelaskan.

“Maksudnya, uang Rp 2.000 itu Ibu kasih ke pak Ustadz?”

Saya melongo. Khan Ibu ngga punya uang, gumam saya dalam hati.

“Iya, yang Rp 2.000 saya kasih ke Pak Ustadz… buat sedekah.” Kata Ibu Ela, datar.

“Kenapa Bu, kok dikasihin?” saya masih bengong.

“Soalnya, kalau saya sedekahkan, uang Rp 2.000 itu udah pasti milik saya di akherat, dicatet sama Allah…. Kalau uang sisa yang saya miliki bisa aja rezeki orang lain, mungkin rezeki tukang beras, tukang gula, tukang minyak tanah….” Ibu Ela menjelaskan, kedengarannya jadi seperti pakar pengelolaan keuangan keluarga yang hebat.

Dzig! Saya seperti ditonjok Cris John. Telak!Ada rambut yang serempak berdiri di tengkuk dan tangan saya. Saya Merinding!

Ibu Ela tidak tahu kalau dia berhadapan dengan saya, seorang sarjana ekonomi yang seumur-umur belum pernah menemukan teori pengelolaan keuangan seperti itu.Jadi, Ibu Ela menyisihkan uangnya, Rp 2.000 dari Rp 7.000 sehari untuk disedekahkan kepada sebuah majlis karena berpikiran bahwa itulah yang akan menjadi haknya di akherat kelak?‘Wawancara’ yang sebenarnya jadi-jadian itu pun segera berakhir. Saya pamit dan menyampaikan bahwa kalau sudah dimuat, saya akan menemui Ibu Ela kembali, mungkin minggu depan.

Saya sebenarnya on mission, mencari orang-orang seperti Ibu Ela yang cerita hidupnya bisa membuat ‘merinding’..Saya sudah menemukan kekuatan dibalik kesederhanaan. Keteguhan yang menghasilkan kesabaran. Ibu Ela terpilih untuk mendapatkan sesuatu yang istimewa dan tak terduga.

Minggu depannya, saya datang kembali ke Ibu Ela, kali ini bersama dengan kru televisi dan seorang presenter kondang yang mengenakan tuxedo, topi tinggi, wajahnya dihiasai janggut palsu, mengenakan kaca mata hitam dan selalu membawa tongkat. Namanya Mr. EM (Easy Money)Kru yang bersama saya adalah kru Uang Kaget, program di RCTI yang telah memilih Ibu Ela sebagai ‘bintang’ di salah satu episode yang menurut saya salah satu yang terbaik. Saya mengetahuinya, karena dibalik kacamata hitamnya, Mr. EM seringkali tidak kuasa menahan air mata yang membuat matanya berkaca-kaca. Tidak terlihat di televisi, tapi saya merasakannya. Ibu Ela mendapatkan ganti Rp 2.000 yang disedekahkannya dengan Rp 10 juta dari uang kaget. Entah berapa yang Allah ganti di akherat kelak.

Ibu Ela membeli beras, kulkas, makanan, dll untuk melengkapi rumahnya. Entah apa yang dibelikan Allah untuk rumah indahnya di akherat kelak...

Saudara Ipar Pembawa Kematian!


SUATU ketika Khalid terlihat sedih dan galau di meja kerjanya. Melihat keadaan itu, rekannya menghampiri dan berkata, “Khalid, kita kan sudah seperti saudara kandung sebelum menjadi rekan kerja di tempat ini. Sudah hampir seminggu aku melihatmu murung dan memikirkan sesuatu yang berat. Sebenarnya ada apa Khalid?”

Khalid terdiam beberapa saat, kemudian mengatakan, “Terima kasih Saleh atas perhatianmu. Saat ini aku benar-benar membutuhkan seseorang untuk memecahkan masalahku.”
Khalid lalu menuangkan secangkir teh untuk Saleh.
“Seperti yang kamu ketahui, aku telah menikah hampir delapan bulan dan di rumah hanya ada istri saya. Tetapi masalahnya adalah bahwa adik saya, Hamad yang sekarang berumur dua puluh tahun telah menyelesaikan pendidikannya di SMA dan diterima di salah satu universitas yang berada di kota ini. Dia akan datang ke sini seminggu atau dua minggu lagi untuk memulai studinya.

Alkisah, kedua orangtua Khalid memaksa agar Hamad tinggal di rumah Khalid daripada tinggal dengan teman-temannya di sebuah apartemen, karena takut terjadi hal-hal yang menyimpang.
Rupanya, Khalid menolak permintaan kedua orangtuaku itu. Sebab baginya kehadiran seorang pemuda di rumahnya sangat berbahya.
“Kita sama-sama tahu dan sama-sama merasakan masa muda dulu sewaktu belum menikah, bagaimana gejolak nafsu seorang pemuda terhadap lawan jenisnya. Jika perusahaan memberikan jam lembur atau menugaskanku ke luar kota, tentu aku pulang terlambat atau bahkan tidak pulang ke rumah untuk beberapa hari. Pada saat itu, yang tinggal di rumah hanya istri dan adikku saja. Jujur aku katakan, aku pernah berkonsultasi dengan salah seorang ulama, dan dia melarangku untuk mengizinkan lelaki manapun tinggal serumah dengan kami sekalipun saudara kandungku sendiri,” ujarnya.
Kala itu, sang Syekh menyitir sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang berbunyi,
“Saudara ipar adalah (pembawa) kematian.” Seorang suami sudah pasti ingin beristirahat dengan nyaman bersama istrinya di rumah. Namun hal ini tidak dapat dicapai jika Hamad tinggal di rumah kami.”
Khalid kembali diam sambil meminum teh yang dibuatnya.

“Aku sudah menjelaskan kepada ayah dan ibu perihal ini berkali-kali disertai dalil dan logika yang kuat, dan aku bersumpah kepada mereka demi Allah Yang Mahakuasa bahwa aku sangat mengharapkan kebaikan bagi saudaraku Hamad. Sayangnya, ayah dan ibu menuduhku sebagai orang yang sakit hati, mereka mengatakan bahwa tidak mungkin Hamad mengganggu istriku karena dia telah mengganggapnya seperti kakak kandung sendiri. Lebih parah lagi ayah mengancamku jika aku tidak menerima permintaaannya, maka ayah dan ibu tidak mau mengenaliku lagi sampai mereka meninggal dunia.”

Khalid kembali terdiam. Ia menjadi serba salah atas situasi ini.  “Menurutmu, apa solusi terbaik dari masalahku ini Saleh?”

“Aku tidak bermaksud mengajarimu atau pun mencampuri urusan keluargamu. Aku melihat dirimu adalah seorang paranoid dan skeptis; kalau tidak demikian, mengapa kamu menentang pendapat kedua orangtuamu? Lupakah kamu bahwa keridhaan Allah tergantung kepada keridhaan kedua orangtua, dan kemurkaan Allah juga tergantung kepada kemurkaan kedua orangtua seperti yang disebutkan dalam hadits Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam? Kenapa kamu berburuk sangka kepada saudaramu? Bukankah jika dia berada di rumah dapat membantu pekerjaanmu? Apakah kamu lupa dengan firman Allah Ta’ala yang berbunyi, “Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa.” (QS. Al-Hujuraat: 12). Katakan sejujurnya Khalid, “Apakah kamu percaya kepada istrimu dan saudaramu?”
“Aku percaya kepada istri dan saudaraku, tapi….”
“Tapi apa Khalid? Kamu ragu kepada mereka? Yakinlah bahwa saudaramu Hamad akan membantumu dan istrimu dalam keperluan rumah tangga, tidak mungkin dia mengganggu istrimu karena dia mengganggapnya sebagai kakak kandungnya. Sekarang aku tanya, jika Hamad telah menikah apakah kamu mau mengganggu istrinya? Tentu tidak bukan?
Buanglah semua was-was dan praduga terhadap saudaramu itu, karena was-was berasal dari setan yang terkutuk. Aku sarankan kamu menempatkan Hamad di kamar depan, kemudian kamu membuat pintu yang memisahkan kamarnya dengan ruangan belakang dan kamarmu, sehingga kamu tetap nyaman ketika beristirahat,” kata Saleh.
Tampaknya Khalid kalah argumentasi dengan Saleh, tak ada pilihan lain selain menerima saran rekannya itu. Beberapa hari kemudian, Khalid menjemput adiknya ke bandara dan membawanya ke rumah. Seperti yang disarankan Saleh, Hamad tidur di kamar depan.

Hari demi hari pun berlalu. Khalid, istrinya dan Hamad hidup bahagia tanpa banyak kendala yang mereka hadapi. Tak terasa sudah empat tahun Hamad tinggal bersama Khalid. Tak terasa pula Khalid telah berusia tiga puluh tahun dan telah dikaruniai tiga anak. Hamad pun hampir lulus kuliah. Khalid berjanji akan mencarikan pekerjaan yang cocok bagi adiknya dan tetap tinggal bersamanya di rumah sampai menikah dan pindah bersama istrinya ke rumah baru.


Cobaan Di Malam Hari
Suatu malam, ketika Khalid mengendarai mobilnya dalam perjalanan pulang, di salah satu jalan dia melihat samar-samar dua bayangan. Setelah mendekat ternyata ada seorang ibu tua dengan wanita muda yang tergeletak di tanah menjerit-jerit, sedangkan ibu itu berteriak minta tolong. Khalid pun menanyakan keadaan mereka berdua. Ternyata mereka mereka bukan penduduk kota ini dan baru tinggal satu minggu di sini. Wanita itu adalah putrinya yang ditinggal suami untuk keperluan pekerjaan di luar kota. Dia terlihat meringis kesakitan memegang perutnya karena rasa sakit melahirkan. Tangisan ibu tua dan jeritan wanita muda itu membuat Khalid kasihan kepada mereka. Tanpa pikir panjang, Khalid pun membawa keduanya ke rumah sakit terdekat. Sesampainya di rumah sakit, para dokter memutuskan untuk melakukan operasi caesar kepada wanita itu karena tidak mungkin melahirkan dengan normal.
Khalid tidak langsung meninggalkan rumah sakit sampai memastikan keadaan wanita muda itu dengan janin yang dikandungnya. Dia memutuskan untuk duduk di ruang tunggu dan meminta ibu tua itu untuk mengabarkan jika cucunya telah lahir. Setelah itu Khalid menelpon istrinya dan mengatakan bahwa dia terlambat pulang karena ada sedikit keperluan dan akan kembali segera.

Selang beberapa jam dia terbangun karena mendengar suara keras dari dokter dan dua orang polisi yang mendekatinya. Tak disangka ibu tua yang diantarnya ke rumah sakit itu mengacung-acungkan jari telunjuk ke arahnya sambil berteriak, “Itu orangnya, itu orangnya.”
Khalid terkejut dan heran. Dia langsung berdiri dan berjalan ke arah ibu itu sembari bertanya, “Apakah persalinan putri ibu berjalan lancar?”
Sebelum pertanyaannya dijawab, dua orang polisi mendekatinya dan bertanya, “Apakah anda yang bernama Khalid?”
“Ya” jawabnya.
“Kami minta waktu lima menit di ruangan direktur rumah sakit sekarang,” kata salah seorang polisi.
Meskipun keheranan masih meliputi dirinya, Khalid tetap mengikuti perintah polisi tersebut. Setelah semua orang masuk ruangan direktur rumah sakit, dan pintunya ditutup, tiba-tiba ibu tua itu menjerit sambil memukul wajahnya dan mengaca-acak rambutnya sendiri sambil mengatakan, “Inilah pelakunya pak polisi. Jangan biarkan penjahat ini berkeliaran. Oh, anakku, betapa malang nasibmu.”
Khalid masih bingung dan tidak mengerti apa yang tengah terjadi. Dia baru mengetahuinya ketika salah seorang petugas mengatakan.
“Menurut ibu ini, kamu telah memperkosa putrinya dan hamil di luar nikah. Ketika dia mengancam akan melaporkanmu ke pihak kepolisian, kamu pun berjanji untuk menikahinya. Namun setelah dia melahirkan kamu meletakkan anaknya di pintu sebuah masjid agar diambil oleh orang-orang baik dan dititipkan di panti sosial.”
Khalid terkejut mendengar ucapan petugas itu, pandangannya menjadi gelap, lidahnya kelu, dan akhirnya dia jatuh pingsan.

Tak lama kemudian Khalid pun sadar. Dia melihat dua orang petugas polisi bersamanya di dalam sebuah ruangan. Salah seorang petugas langsung menanyainya, “Khalid, tolong ceritakan perihal yang sebenarnya. Saya melihat Anda sebagai orang yang terhormat dan penampilan Anda menunjukkan bahwa diri Anda tidak pernah melakukan perbuatan keji yang dituduhkan ibu tua itu.” 

“Wahai manusia, apakah ini balasan dari perbuatan baik? Aku orang bukan orang suci, tapi aku orang yang menjaga diri dari perzinaan. Aku telah menikah dan mempunyai tiga anak;  Sami, Saud dan Hanadi, dan aku tinggal di lingkungan yang terkenal bersih dari maksiat.”


Khalid tidak bisa mengendalikan dirinya. Tanpa disadari air mata mengalir deras membasahi pipinya. Setelah tenang, dia menceritakan kronologi pertemuannya dengan dua wanita itu sampai dia tertidur pulas di ruang tunggu rumah sakit. Setelah mendengarkan ceritanya, petugas itu berujar, “Bersabarlah Khalid, saya yakin Anda tidak bersalah, tetapi masalah ini harus diselesaikan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Kita akan melakukan beberapa tes medis untuk mengetahui fakta yang sebenarnya.” 
“Fakta apa? Aku tidak bersalah dan tidak pernah melakukan perbuatan bejat itu. Mohon maaf kalau saya kasar, anjing saja mau tunduk kepada manusia yang berbuat baik kepadanya, namun banyak manusia yang tidak tahu terima kasih malah membalas kebaikan orang lain dengan kejahatan.” 

Kebenaran Pun Terungkap

Keesokan harinya, Khalid datang ke rumah sakit untuk diambil sampel spermanya dan diperiksa di laboratorium guna memastikan keterlibatan Khalid dalam kejahatan yang dituduhkan ibu tua kepada dirinya. Sementara itu, Khalid dan petugas polisi duduk di ruangan lain. Khalid tidak putus-putusnya berdoa kepada Allah agar Dia mengungkapkan kebenaran sejelas-jelasnya.
Setelah hampir dua jam hasil pemeriksaan medis diberitahukan kepada Khalid dan dia dinyatakan bebas dari semua tuduhan. Demi mendengar hal tersebut Khalid pun bersujud syukur kepada Allah atas nikmat agung ini. Dia juga meminta meminta maaf kepada petugas polisi atas kata-kata kasar yang diucapkannya. Sementara itu, ibu tua dan putrinya dibawa ke kantor polisi untuk penyelidikan lebih lanjut.
Sebelum meninggalkan rumah sakit, Khalid berpamitan kepada dokter spesialis yang melakukan pemeriksaan medis tersebut.

“Saya merasa mulia atas kedatangan Anda ke sini, tetapi ada satu hal yang ingin saya sampaikan dan saya minta waktu Anda beberapa menit saja.”
Awalnya dokter itu bingung harus bagaimana membicarakannya, namun dia memberanikan diri untuk angkat bicara.
“Tuan Khalid, melalui tes yang dilakukan, saya menduga bahwa Anda mengidap sebuah penyakit, tapi aku tidak terlalu yakin, jadi aku ingin melakukan tes medis lainnya kepada istri dan anak-anak Anda untuk menghilangkan keraguan ini. Apakah Anda bersedia?”

Rasa takut mulai menyelimuti Khalid, “Dokter, aku mohon katakan penyakit apa yang aku alami. Sungguh aku sangat rela dengan keputusan Allah, tapi yang penting bagiku adalah anak-anak. Aku siap berkorban apa saja untuk mereka,” kata Khalid sambil menangis tersedu-sedu. Dokter itu menenangkan dan menghibur hatinya, “Saya benar-benar tidak bisa mengatakannya kepada anda sekarang, bisa jadi kecurigaan saya itu salah. Tapi saya mohon Anda segera membawa istri dan anak Anda ke sini.”

Beberapa jam kemudian, Khalid membawa istri dan anak-anaknya ke rumah sakit untuk melakukan tes medis seperti yang dikatakan dokter. Setelah selesai, istri dan anak-anaknya diminta menunggu di mobil sedangkan Khalid kembali ke ruangan dokter. Baru saja berbicara dengan dokter, telepon genggam Khalid berdering. Dia menjawabnya, lalu berbicara beberapa menit, kemudian menutup teleponnya.
Sebelum melanjutkan pembicaraan, dokter bertanya; “Siapa yang baru saja menelepon Anda dan Anda suruh untuk mendobrak pintu rumah?”
“Oh, dia saudara, Hamad yang tinggal satu rumah dengan kami sekeluarga. Dia menghilangkan kuncinya, jadi terpaksa pintunya didobrak saja.”
“Sudah berapa lama dia tinggal bersama Anda?”
“Semenjak empat tahun yang lalu dan sekarang studinya sudah tahun terakhir.”
“Bisakah Anda membawanya ke sini untuk melakukan tes supaya dapat dipastikanapakah penyakit tersebut penyakit keturunan atau tidak?”
“Dengan senang hati kami akan datang besok pagi ke sini,” jawab Khalid.

Keesokan harinya, Khalid bersama saudaranya, Hamad pergi ke rumah sakit untuk melakukan tes medis dan diagnosa penyakit. Dokter meminta Khalid datang seminggu lagi untuk mengetahui hasilnya.
Selama satu minggu menunggu hati Khalid tidak tenang dan dia susah tidur. Akhirnya, pada hari yang telah ditentukan, dia datang ke rumah sakit. Dokter menyambut dengan senang hati sambil menyuguhkan secangkir lemon untuk menenangkan hatinya. Dokter itu membuka pembicaraan dengan anjuran untuk bersikap sabar dalam menghadapi musibah dunia, dan semua hal yang berkaitan dengannya. Namun, Khalid sudah tidak sabar, dia memotong pembicaraan,
“Dokter, saya mohon jangan menakut-nakutiku seperti itu. Saya siap menanggung penyakit apapun karena semuanya adalah keputusan Allah, apa sebenarnya penyakitku dokter?” tanya Khalid harap-harap cemas.
Dokter menundukkan kepalanya sebentar, lalu berkata, “Dalam banyak kasus, kebenaran itu pahit dan menyakitkan, meski demikian ia harus diketahui dan dihadapi dengan lapang dada. Lari dari diri masalah tidak akan menyelesaikan masalah dan tidak akan mengubah kenyataan.”
Dokter kembali diam beberapa saat, sementara jantung Khalid semakin berdegup kencang. Dokter itu lalu angkat bicara, “Khalid, Anda mandul dan tidak dapat mempunyai keturunan. Ketiga anak tersebut bukanlah anak anda, mereka adalah anak saudaramu, Hamad.”
Khalid tidak sanggup mendengar kabar mengejutkan ini. Dia menangis sejadi-jadinya sampai terdengar di seluruh ruangan rumah sakit, kemudian dia jatuh pingsan.

Setelah dua minggu mengalami koma, Khalid pun sadarkan diri. Dia divonis stroke dan mengalami lumpuh di separuh tubuhnya. Otaknya pun tidak dapat berfungsi dengan normal, dia gila karena shock yang begitu berat. Akhirnya, dia dipindahkan ke rumah sakit jiwa dan tinggal di sana untuk menghabiskan hari-harinya. Sementara itu, istrinya dibawa ke Mahkamah Syariah untuk diinterogasi dan diberlakukan hukum rajam padanya. Saudaranya, Hamad tengah berada di balik jeruji besi menunggu hukuman yang pantas untuknya. Adapun ketiga anaknya diserahkan ke panti asuhan dan hidup bersama anak pungut dan anak yatim di kotanya.

Sungguh benar apa yang disabdakan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, “Saudara ipar adalah (pembawa) kematian.” Itulah sunnatullah (ketentuan Allah), “Maka kamu tidak akan mendapatkan perubahan bagi Allah, dan tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi ketentuan Allah itu.” (QS. Faathir: 43)
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Uqbah bin Amir Radhiyallahu Anhu, disebutkan bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Hindarkanlah diri kalian untuk menemui wanita!” Lalu ada seorang lelaki dari kaum Anshar bertanya, “Wahai Rasulullah, apa pendapatmu tentang saudara ipar?” Beliau bersabda, “Saudara ipar adalah (pembawa) kematian.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad dan At-Tirmidzi)
Ath-Thabari menafsirkan, “Maksudnya adalah perbuatan seorang lelaki yang berduaan dengan istri saudaranya sama dengan sesuatu yang menyebabkan kematian; sebab orang-orang Arab menyerupakan sesuatu yang ditakuti dengan kematian.”

Ibnul Arabi berpendapat, “Kata ‘kematian’ adalah kata yang biasa diungkapkan oleh orang-orang arab seperti ‘Singa pembawa kematian’ artinya jika seseorang bertemu dengan singa maka bisa membuatnya mati dimakan singa.” Al-Qurtubi menambahkan, “Jika seorang lelaki berduaan dengan istri saudaranya maka hal itu dapat menyebabkan ‘kematian’ agama bagi istri saudaranya, bisa jadi dia ditalak suaminya, atau bahkan dirajam jika melakukan perzinaan.”*

Kisah ini disarikan dari kumpulan kisah nyata dalam kitab "Qashash Mu`ats-tsirah Lisy-Syabab" karya Ahmad Salim Baduwailan. Diterjemah oleh Yum Roni Askosendra.  (07 Maret 2012)