Showing posts with label Profil. Show all posts
Showing posts with label Profil. Show all posts

Dicari, Polisi Sejujur Jenderal Hoegeng

Kepolisian kembali disorot. Kali ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut dugaan korupsi pengadaan simulator pengemudi SIM Korps Lalu Lintas Polri. Satu jenderal polisi bintang dua, Irjen Pol Djoko Susilo menjadi tersangka. Sementara Brigjen Pol Didik Purnomo dicekal KPK.

Sebelumnya, belum lepas dari ingatan masyarakat soal rekening gendut para jenderal polisi. Hal ini diperburuk sebagian tindakan petugas yang kerap mengeruk pungutan liar.

Maka tak salah jika almarhum Presiden Gus Dur pernah berkata hanya ada tiga polisi jujur di Indonesia. Polisi tidur, patung polisi dan polisi Hoegeng.

Cerita soal Kapolri Jenderal Hoegeng memang tak ada habisnya. Cerita kejujurannya diceritakan dari generasi ke generasi. Rasanya tak ada yang bisa menyainginya. Saat masyarakat merindukan sosok polisi jujur, tegas dan mengayomi, hanya nama Hoegeng yang disebut. Tak ada nama lain.

Nama Hoegeng mulai menjadi buah bibir saat berpangkat Komisaris Polisi dan bertugas di Kota Medan. Di sana Hoegeng mengobrak-abrik bandar judi Medan. Dia membongkar suap menyuap pada para polisi dan jaksa di Medan yang menjadi antek bandar judi.

Yang istimewa, Hoegeng tak mempan disuap. Barang-barang mewah pemberian bandar judi dilemparnya keluar jendela. Lebih baik hidup melarat daripada menerima suap atau korupsi. Itu prinsip hidup Hoegeng yang ditirunya dari Wakil Presiden Mohammad Hatta.

Karirnya terus menanjak. Tanggal 15 Mei 1968, Presiden soeharto melantik Komjen Hoegeng Imam Santosa menjadi Kapolri. Tugas berat menanti Hoegeng, dia harus membereskan soal penyelundupan dan korupsi yang saat itu merajalela.

Sebagai Kapolri, hidup Hoegeng jauh dari mewah. Hoegeng tak mau menerima suap satu sen pun. Istrinya yang berjualan bunga disuruh berhenti. Hoegeng takut profesi istrinya akan dijadikan celah orang-orang yang ingin menyuapnya. Hoegeng bahkan tak punya mobil pribadi. Sehari-hari dia mengandalkan mobil dinas untuk memantau kondisi Jakarta. Jika jalanan macet, sang jenderal tak segan turun dari mobilnya dan mengatur lalu lintas bersama ajudannya.

Hoegeng sempat heran saat mendengar seorang perwira polisi bisa membeli rumah mewah di Kemang. Atau bermobil mewah dan bergaya perlente ala pengusaha.

"Memang berapa gaji polisi? Itu dapat darimana," ujar Hoegeng sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

Hoegeng juga tak kenal kompromi mengusut berbagai kasus kejahatan. Dia tidak peduli siapa beking orang itu. Jika bersalah, harus ditindak.

Sayang akhirnya Hoegeng dipensiunkan sebagai Kapolri oleh Presiden Soeharto. Keberaniannya dianggap mengganggu kepentingan keluarga Cendana dan kroni mereka. Tanggal 2 Oktober 1971, Hoegeng dipensiunkan.

Setelah pensiun, Soeharto berusaha menjauhkan Hoegeng dari publik. Jasa-jasanya seperti ingin dihapuskan. Hoegeng bahkan dilarang datang ke perayaan HUT Bhayangkari bertahun-tahun.

Tapi Hoegeng adalah legenda. Walau ditutupi seperti apapun, teladannya tak akan pernah bisa dilupakan. Mantan anak buah Hoegeng masih mengucapkan namanya dengan penuh hormat walau dilarang Soeharto. Seorang teladan tak ada bandingan.


Source:
http://www.merdeka.com/peristiwa/dicari-polisi-sejujur-jenderal-hoegeng.html

Cerita Jenderal Hoegeng Perintahkan Istrinya Tutup Toko Bunga

Jenderal Hoegeng Imam Santosa dikenal haram menerima uang suap atau sesuatu pemberian di luar gaji dan tunjangannya. Sebagai perwira, Hoegeng hidup pas-pasan. Untuk itulah istri Hoegeng, Merry Roeslani membuka toko bunga. Toko bunga itu cukup laris dan terus berkembang.

Tapi sehari sebelum Hoegeng akan dilantik menjadi Kepala Jawatan Imigrasi (kini jabatan ini disebut dirjen imigrasi) tahun 1960, Hoegeng meminta Merry menutup toko bunga tersebut. Tentu saja hal ini menjadi pertanyaan istrinya. Apa hubungannya dilantik menjadi kepala jawatan imigrasi dengan menutup toko bunga.

"Nanti semua orang yang berurusan dengan imigrasi akan memesan kembang pada toko kembang ibu, dan ini tidak adil untuk toko-toko kembang lainnya," jelas Hoegeng.

Istri Hoegeng yang selalu mendukung suaminya untuk hidup jujur dan bersih memahami maksud permintaan Hoegeng. Dia rela menutup toko bunga yang sudah maju dan besar itu.

"Bapak tak ingin orang-orang beli bunga di toko itu karena jabatan bapak," kata Merry.

Sejak awal kemerdekaan jawatan imigrasi dikenal sebagai sarang korupsi dan penyelundupan. Itulah alasan Presiden Soekarno mengkaryakan Hoegeng di posisi tersebut. Benar saja, Hoegeng tak memanfaatkan jabatannya untuk mengeruk kekayaan. Padahal imigrasi dikenal sebagai 'lahan basah' bagi para PNS untuk memperkaya diri.

Semasa dikaryakan sebagai kepala jawatan Imigrasi, Hoegeng masih tetap mengenakan seragam polisi. Dia hanya mau mengambil gajinya dari kepolisian. Gaji dan tunjangan sebagai kepala jawatan imigrasi tak disentuh.

Tahun 1965, Hoegeng berhenti menjabat kepala jawatan imigrasi. Dia diangkat menjadi menteri iuran negara (kini disebut bea dan cukai). Di sinilah Hoegeng membongkar kasus penyelundupan tekstil besar-besaran.

Tahun 1966, setelah bertugas di luar Polri selama enam tahun, Hoegeng kembali ke Korps Bhayangkara. Dia menjabat Wakapolri yang pada saat itu bernama Deputi Menteri/Panglima Angkatan Kepolisian. Tahun 1968, Hoegeng dilantik menjadi Kapolri. Lagi-lagi dia masih mempertahankan gaya sederhananya. Hoegeng menolak mobil dinas sedan mewah dan memilih jip.

Maka saat para jenderal polisi terjerat kasus dugaan korupsi, Hoegeng mungkin akan mengurut dada karena sedih.


Source:
http://www.merdeka.com/peristiwa/cerita-hoegeng-perintahkan-istrinya-tutup-toko-bunga.html