Showing posts with label Soekarnoism. Show all posts
Showing posts with label Soekarnoism. Show all posts

Foto-foto Langka Presiden Soekarno yang Full Colour


Foto-foto arsip sejarah peninggalan mendiang Presiden Soekarno kebanyakan hitam putih. Maklum, di era tahun 1950-an dan 1960-an memang belum populer foto berwarna (full colour) di Indonesia.

Namun tetap ada arsip foto-foto yang berwarna, khususnya ketika presiden pertama republik ini sedang berkunjung ke luar negeri.

Antara lain foto Soekarno bersama Presiden Amerika John F Kennedy. Di bagian lain ada juga foto Soekarno bersalaman sembari setengah membungkukkan badan kepada putri kesayangan Kennedy, Caroline, di sebuah taman rerumputan hijau.

Juga, sebuah foto aksi Presiden Soekarno pencet hidung seorang wartawan, entah karena sang presiden gemas dengan mancungnya hidung si jurnalis itu atau lantaran sekadar bercanda. [Vivanews]

Foto Presiden Soekarno menyalami Caroline, putri kesayangan Presiden Amerika, John F Kennedy


Presiden Soekarno bersama Presiden AS John F Kennedy


Presiden Soekarno iseng memencet hidung seorang wartawan




Soekarno @ Istana Merdeka

Soekarno @ Istana Merdeka

Soekarno @ United Nations General Assembly



Frans Mendur...Satu-satunya Fotografer yang Berhasil Mengabadikan Momen Proklamasi RI



Sosok  Alex dan Frans Mendur mungkin selama ini luput dari perhatian sebagian besar rakyat Indonesia, termasuk Sulut. Buku sejarah nasional memang tidak memasukkan nama Mendur bersaudara dalam daftar pahlawan Proklamasi. Bahkan namanya pun tidak pernah disebut-sebut oleh para pengajar di bangku pendidikan meski karya foto Mendur mengisi ilustrasi foto dalam buku sejarah nasional.
Berdasarkan history, perjuangan Alex dan Frans Mendur menyelamatkan negatif foto proklamasi tidak mudah. Mereka harus berhadapan dengan tentara Jepang yang terkenal beringas.
Negatif milik Alex berhasil dirampas lalu dihancurkan oleh tentara Jepang. Tapi syukurlah, Frans berhasil menyelamatkan negatif fotonya dengan cara menguburnya di halaman kantor Asia Raja.
Frans rupanya sadar betapa pentingnya dokumentasi itu. Kesadarannya itu membuahkan hasil yaitu pada 20 Februari 1946 Harian Merdeka menerbitkan foto karya putra Kawangkoan tersebut.


Mendur bersaudara menjadi sangat inspiratif bukan hanya karena karya-karya monumentalnya saja, namun juga dedikasi dan integritasnya sebagai fotografer pada masa itu yang patut dihargai. Frans dan Alex berjuang dengan kamera mereka.
Mereka tak hanya memotret untuk kepentingan diri sendiri atau golongan. Kakak beradik Mendur menjadikan karya foto untuk kepentingan bangsa.
Mereka memotret setiap momen bersejarah di negeri ini dengan kejujuran, keberanian, ketulusan, dan yang lebih penting adalah tanpa pamrih. Frans pernah menitipkan hasil kerjanya kepada pilot-pilot Filipina sehingga foto-foto bersejarah karyanya tersebar di berbagai media.
Lalu apa yang didapatkan Mendur bersaudara atas jasa-jasanya? Tidak ada. Mereka belum mendapat apapun dari hasil kerjanya itu.
Menurut penjelasan Berty Mendur, pihak yang dipercayakan keluarga besar Mendur untuk mengurus semua karya, beberapa karya-karya monumental tersebut saat ini sudah tidak terawat bahkan terkesan dibiarkan terbengkalai.
“Atas dasar ini, Pak Sarundajang berkomitmen bahwa sekaranglah saatnya bagi kita untuk lebih menghargai karya Mendur bersaudara, dokumentasi bersejarah yang tak mungkin bisa diulang,’’ tegas Kepala Biro Pemerintahan dan Humas Provinsi Sulut Dr Dr Noudy Tendean.
Ia menambahkan bahwa jika Frans Mendur dulu tidak berani melawan tentara Jepang, tidak akan ada foto-foto proklamasi Republik Indonesia. Frans Mendur adalah satu-satunya fotografer yang berhasil mengabadikan momen paling penting bagi Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 itu.
Sumber:

Rahasiah Dibalik Kedekatan Soekarno Dengan Presiden ke 35 AS John F. Kennedy


Mungkin belum banyak yang tahu kalau ada sebuah perjanjian maha penting yang dibuat Presiden I RI Ir Soekarno dan Presiden ke 35 AS John Fitzgerald Kennedy. Konon penembakan John F Kennedy pada November 1963 yang membuatnya tewas secara tragis lantaran menandatangani perjanjian tersebut.


Konon pula penggulingan Ir Soekarno dari kursi kepresidenan wajib dilakukan jaringan intelijen AS disponsori komplotan Jahudi (Zionis Internasional) yang tidak mau AS bangkrut dan hancur karena mesti mematuhi perjanjian tersebut juga tidak rela melihat RI justru menjadi kuat secara ekonomi di samping modal sumber daya alamnya yang semakin menunjang kekuatan ekonomi RI. selain itu ada beberapa tujuan lain yang harus dilaksanakan sesuai agenda Zionis Internasional.

Berikut ini saya coba tulis hasil penelusuran pada tahun 1994 s/d 1998, berlanjut tahun 2006 s/d 2010, ditambah informasi dari beberapa sumber. Tapi mohon diingat, anggap saja tulisan ini hanya penambah wawasan belaka.

Perjanjian itu biasa disebut sebagai salah satu ’Dana Revolusi’, atau ’Harta Amanah Bangsa Indonesia’, atau pun ’Dana Abadi Ummat Manusia’. Sejak jaman Presiden Soeharto hingga Presiden Megawati cukup getol menelisik keberadaannya dalam upaya mencairkannya. Perjanjian The Green Hilton Memorial Agreement Geneva dibuat dan ditandatangani pada 21 November 1963 di hotel Hilton Geneva oleh Presiden AS John F Kennedy (beberapa hari sebelum dia terbunuh) dan Presiden RI Ir Soekarno dengan saksi tokoh negara Swiss William Vouker.

Perjanjian ini menyusul MoU diantara RI dan AS tiga tahun sebelumnya. Point penting perjanjian itu; Pemerintahan AS (selaku pihak I) mengakui 50 persen keberadaan emas murni batangan milik RI, yaitu sebanyak 57.150 ton dalam kemasan 17 paket emas dan pemerintah RI (selaku pihak II) menerima batangan emas itu dalam bentuk biaya sewa penggunaan kolateral dolar yang diperuntukkan pembangunan keuangan AS. Dalam point penting lain pada dokumen perjanjian itu, tercantum klausul yang memuat perincian ; atas penggunaan kolateral tersebut pemerintah AS harus membayar fee 2,5 persen setiap tahunnya sebagai biaya sewa kepada Indonesia, mulai berlaku jatuh tempo sejak 21 November 1965 (dua tahun setelah perjanjian).

Account khusus akan dibuat untuk menampung asset pencairan fee tersebut. Maksudnya, walau point dalam perjanjian tersebut tanpa mencantumkan klausul pengembalian harta, namun ada butir pengakuan status koloteral tersebut yang bersifat sewa (leasing). Biaya yang ditetapkan dalam dalam perjanjian itu sebesar 2,5 persen setiap tahun bagi siapa atau bagi negara mana saja yang menggunakannya. Biaya pembayaran sewa kolateral yang 2,5 persen ini dibayarkan pada sebuah account khusus atas nama The Heritage Foundation (The HEF) yang pencairannya hanya boleh dilakukan oleh Bung Karno sendiri atas restu Sri Paus Vatikan. Sedang pelaksanaan operasionalnya dilakukan Pemerintahan Swiss melalui United Bank of Switzerland (UBS).

Kesepakatan ini berlaku dalam dua tahun ke depan sejak ditandatanganinya perjanjian tersebut, yakni pada 21 November 1965. Namun pihak-pihak yang menolak kebijakan John F. Kennedy menandatangani perjanjian itu, khususnya segelintir kelompok Zionis Internasional yang sangat berpengaruh di AS bertekat untuk menghabisi nyawa dan minimal karir politik kedua kepala negara penandatangan perjanjian itu sebelum masuk jatuh tempo pada 21 November 2965 dengan tujuan menguasai account The HEF tersebut yang berarti menguasai keuangan dunia perbankan. Target sasaran pertama, ’menyelesaikan’ pihak I selaku pembayar, yakni membuat konspirasi super canggih dengan ending menembak mati Presiden AS JF Kennedy itu dan berhasil. Sudah mati satu orang penandatangan perjanjian, masih seorang lagi sebagai target ke II, yakni Ir Soekarno. Kaki tangan kelompok Zionis Internasional yang sejak awal menentang kesepakatan perjanjian itu meloby dan menghasut CIA dan Deplu AS untuk menginfiltrasi TNI-AD yang akhirnya berpuncak pada peristiwa G30S disusul ’penahanan’ Soekarno’ oleh rezim Soeharto. Apesnya lagi, Soekarno tidak pernah sempat memberikan mandat pencairan fee penggunaan kolateral AS itu kepada siapa pun juga !! Hingga beliau almarhum beneran empat tahun kemudian dalam status tahanan politik.

Sedangkan kalangan dekat Bung Karno maupun pengikutnya dipenjarakan tanpa pengadilan dengan tudingan terlibat G30S oleh rezim Soeharto. Mereka dipaksa untuk mengungkapkan proses perjanian itu dan bagaimana cara mendapatkan harta nenek moyang di luar negeri itu. Namun usaha keji ini tidak pernah berhasil. Hal Ikhwal Perjanjian Sepenggal kalimat penting dalam perjanjian tersebut => ”Considering this statement, which was written andsigned in Novemver, 21th 1963 while the new certificate was valid in 1965 all the ownership, then the following total volumes were justobtained.” Perjanjian hitam di atas putih itu berkepala surat lambing Garuda bertinta emas di bagian atasnya dan berstempel ’The President of The United State of America’ dan ’Switzerland of Suisse’. Berbagai otoritas moneter maupun kaum Monetarist, menilai perjanjian itu sebagai fondasi kolateral ekonomi perbankan dunia hingga kini. Ada pandangan khusus para ekonom, AS dapat menjadi negara kaya karena dijamin hartanya ’rakyat Indonesia’, yakni 57.150 ton emas murni milik para raja di Nusantara ini.

Pandangan ini melahirkan opini kalau negara AS memang berutang banyak pada Indonesia, karena harta itu bukan punya pemerintah AS dan bukan punya negara Indonesia, melainkan harta raja-rajanya bangsa Indonesia. Bagi bangsa AS sendiri, perjanjian The Green Hilton Agreement merupakan perjanjian paling tolol yang dilakukan pemerintah AS. Karena dalam perjanjian itu AS mengakui asset emas bangsa Indonesia. Sejarah ini berawal ketika 350 tahun Belanda menguasai Jawa dan sebagian besar Indonesia. Ketika itu para raja dan kalangan bangsawan, khususnya yang pro atau ’tunduk’ kepada Belanda lebih suka menyimpan harta kekayaannya dalam bentuk batangan emas di bank sentral milik kerajaan Belanda di Hindia Belanda, The Javache Bank (cikal bakal Bank Indonesia). Namun secara diam-diam para bankir The Javasche Bank (atas instruksi pemerintahnya) memboyong seluruh batangan emas milik para nasabahnya (para raja-raja dan bangsawan Nusantara) ke negerinya di Netherlands sana dengan dalih keamanannya akan lebih terjaga kalau disimpan di pusat kerajaan Belanda saat para nasabah mempertanyakan hal itu setelah belakangan hari ketahuan.



Waktu terus berjalan, lalu meletuslah Perang Dunia II di front Eropa, dimana kala itu wilayah kerajaan Belanda dicaplok pasukan Nazi Jerman. Militer Hitler dan pasukan SS Nazi-nya memboyong seluruh harta kekayaan Belanda ke Jerman. Sialnya, semua harta simpanan para raja di Nusantara yang tersimpan di bank sentral Belanda ikut digondol ke Jerman. Perang Dunia II front Eropa berakhir dengan kekalahan Jerman di tangan pasukan Sekutu yang dipimpin AS. Oleh pasukan AS segenap harta jarahan SS Nazi pimpinan Adolf Hitler diangkut semua ke daratan AS, tanpa terkecuali harta milik raja-raja dan bangsawan di Nusantara yang sebelumnya disimpan pada bank sentral Belanda. Maka dengan modal harta tersebut, Amerika kembali membangun The Federal Reserve Bank (FED) yang hampir bangkrut karena dampak Perang Dunia II, oleh ’pemerintahnya’ The FED ditargetkan menjadi ujung tombak sistem kapitalisme AS dalam menguasai ekonomi dunia. Belakangan kabar ’penjarahan’ emas batangan oleh pasukan AS untuk modal membangun kembali ekonomi AS yang sempat terpuruk pada Perang Dunia II itu didengar pula oleh Ir Soekarno selaku Presiden I RI yang langsung meresponnya lewat jalur rahasia diplomatic untuk memperoleh kembali harta karun itu dengan mengutus Dr Subandrio, Chaerul saleh dan Yusuf Muda Dalam walaupun peluang mendapatkan kembali hak sebagai pemilik harta tersebut sangat kecil. Pihak AS dan beberapa negara Sekutu saat itu selalu berdalih kalau Perang Dunia masuk dalam kategori Force Majeur yang artinya tidak ada kewajiban pengembalian harta tersebut oleh pihak pemenang perang.

Namun dengan kekuatan diplomasi Bung Karno akhirnya berhasil meyakinkan para petinggi AS dan Eropa kalau asset harta kekayaan yang diakuisisi Sekutu berasal dari Indonesia dan milik Rakyat Indonesia. Bung Karno menyodorkan fakta-fakta yang memastikan para ahli waris dari nasabah The Javache Bank selaku pemilik harta tersebut masih hidup !! Nah, salah satu klausul dalam perjanjian The Green Hilton Agreement tersebut adalah membagi separoh separoh (50% & 50%) antara RI dan AS-Sekutu dengan ’bonus belakangan’ satelit Palapa dibagi gratis oleh AS kepada RI. Artinya, 50 persen (52.150 ton emas murni) dijadikan kolateral untuk membangun ekonomi AS dan beberapa negara eropa yang baru luluh lantak dihajar Nazi Jerman, sedang 50 persen lagi dijadikan sebagai kolateral yang membolehkan bagi siapapun dan negara manapun untuk menggunakan harta tersebut dengan sistem sewa (leasing) selama 41 tahun dengan biaya sewa per tahun sebesar 2,5 persen yang harus dibayarkan kepada RI melalui Ir.Soekarno. Kenapa hanya 2,5 persen ? Karena Bun Karno ingin menerapkan aturan zakat dalam Islam.

Pembayaran biaya sewa yang 2,5 persen itu harus dibayarkan pada sebuah account khusus a/n The Heritage Foundation (The HEF) dengan instrumentnya adalah lembaga-lembaga otoritas keuangan dunia (IMF, World Bank, The FED dan The Bank International of Sattlement/BIS). Kalau dihitung sejak 21 November 1965, maka jatuh tempo pembayaran biaya sewa yang harus dibayarkan kepada RI pada 21 November 2006. Berapa besarnya ? 102,5 persen dari nilai pokok yang banyaknya 57.150 ton emas murni + 1.428,75 ton emas murni = 58.578,75 ton emas murni yang harus dibayarkan para pengguna dana kolateral milik bangsa Indonesia ini. Padahal, terhitung pada 21 November 2010, dana yang tertampung dalam The Heritage Foundation (The HEF) sudah tidak terhitung nilainya. Jika biaya sewa 2.5 per tahun ditetapkan dari total jumlah batangan emasnya 57.150 ton, maka selama 45 tahun X 2,5 persen = 112,5 persen atau lebih dari nilai pokok yang 57.150 ton emas itu, yaitu 64.293,75 ton emas murni yang harus dibayarkan pemerintah AS kepada RI. Jika harga 1 troy once emas (31,105 gram emas ) saat ini sekitar 1.500 dolar AS, berapa nilai sewa kolateral emas sebanyak itu ?? Hitung sendiri aja !! Mengenai keberadaan account The HEF, tidak ada lembaga otoritas keuangan dunia manapun yang dapat mengakses rekening khusus ini, termasuk lembaga pajak. Karena keberadaannya yang sangat rahasia. Makanya, selain negara-negara di Eropa maupun AS yang memanfaatkan rekening The HEF ini, banyak taipan kelas dunia maupun ’penjahat ekonomi’ kelas paus dan hiu yang menitipkan kekayaannya pada rekening khusus ini agar terhindar dari pajak. Tercatat orang-orang seperti George Soros, Bill Gate, Donald Trump, Adnan Kasogi, Raja Yordania, Putra Mahkota Saudi Arabia, bangsawan Turko dan Maroko adalah termasuk orang-orang yang menitipkan kekayaannya pada rekening khusus tersebut. George Soros dengan dibantu ole CIA berusaha untuk membobol account khusus tersebut.

Bahkan, masih menurut sumber yang bisa dipercaya, pada akhir 2008 lalu, George Soros pernah mensponsori sepasukan kecil yang terdiri dari CIA dan MOSSAD mengadakan investigasi rahasia dengan berkeliling di pulau Jawa demi untuk mendapatkan user account dan PIN The HEF tersebut. Selain itu, George Soros dibantu dinas rahasia CIA pernah berusaha membobol account khusus tersebut, namun gagal. Bahkan akhir 2008 lalu, George Soros pernah mensponsori sepasukan kecil agen CIA dan MOSSAD (agen rahasia Israel) mengadakan investigasi rahasia dengan berkeliling di pulau Jawa demi untuk mendapatkan user account dan PIN The HEF tersebut termasuk untuk mencari tahu siapa yang diberi mandat Ir Soekarno terhadap account khusus itu.

Padahal Ir Soekarno atau Bung Karno tidak pernah memberikan mandat kepada siapa pun. artinya pemilik harta rakyat Indonesia itu tunggal, yakni Bung Karno sendiri. Sampai saat ini !! Penjahat Perbankan Internasional Manfaatkan Saat Ada Bencana Alam Besar Sialnya, CUSIP Number (nomor register World Bank) atas kolateral ini bocor. Nah, CUSIP inilah yang kemudian dimanfaatkan kalangan bankir papan atas dunia yang merupakan penjahat kerah putih (white collar crime) untuk menerbitkan surat-surat berharga atas nama orang-orang Indonesia. Pokoknya siapa pun dia, asal orang Indonesia berpassport Indonesia dapat dibuatkan surat berharga dari UBS, HSBC dan bank besar dunia lainnya. Biasanya terdiri dari 12 lembar, diantaranya ada yang berbentuk Proof of Fund, SBLC, Bank Guaranted, dan lainnya. Nilainya pun fantastis, rata-rata di atas 500 juta dolar AS hingga 100 miliyar dolar AS.

Ketika dokumen tersebut dicek, maka kebiasaan kalangan perbankan akan mengecek CUSIP Number. Jika memang berbunyi, maka dokumen tersebut dapat menjalani proses lebih lanjut. Biasanya kalangan perbankan akan memberikan bank officer khusus bagi surat berharga berformat Window Time untuk sekedar berbicara sesama bank officer jika dokumen tersebut akan ditransaksikan. Sesuai prosedur perbankan, dokumen jenis ini hanya bisa dijaminkan atau dibuatkan rooling program atau private placement yang bertempo waktu transaksi hingga 10 bulan dengan High Yield antara 100 persen s/d 600 persen per tahun. Nah, uang sebesar itu hanya bisa dicairkan untuk proyek kemanusiaan.

Makanya, ketika terjadi musibah Tsunami di Aceh dan gempa di DIY, maka dokumen jenis ini beterbangan sejagat raya bank. Brengseknya, setiap orang Indonesia yang namanya tercantum dalam dokumen itu, masih saja hidup miskin blangsak sampai sekarang. Karena memang hanya permainan bandit bankir kelas hiu yang mampu mengakali cara untuk mencairkan aset yang terdapat dalam rekening khusus itu. Di sisi lain, mereka para bankir curang juga berhasil membentuk opini, dimana sebutan ’orang stress’, sarap atau yang agak halus ’terobsesi’ kerap dilontarkan apabila ada seseorang yang mengaku punya harta banyak, miliyaran dollar AS yang berasal dari Dana Revolusi atau Harta Amanah Bangsa Indonesia. Opini yang terbentuk ini bagi pisau bermata dua, satu sisi menguntungkan bagi keberadaan harta yang ada pada account khusus tersebut tidak terotak-atik, namun sisi lainnya para bankir bandit dapat memanfaatkannya demi keuntungan pribadi dan komplotannya ketika ada bencana alam besar di dunia, seperti bencana Tsunami di Jepang baru-baru ini. Tapi yang paling berbahaya, tidak ada pembelaan rakyat, negara dan pemerintah Indonesia ketika harta ini benar-benar ada dan mesti diperjuangkan bagi kemakmuran rakyat Indonesia.

Kaitannya dengan Satria Piningit, Satrio Pinandito Sinisihan Wahyu, Ratu Adil Penulis punya pengertian, ketika Satrio Piningit sudah melaksanakan fungsinya sebagai pemimpin maka beliau menjadi Satrio Pinandito Sinisihan Wahyu (SPSW) karena kecintaannya yang teramat sangat kepada TUHAN ALLAH. Takut akan TUHAN dengan mencintai-NYA dengan segenap hatinya menjadi awal setiap langkah beliau dalam melaksanakan tugas membawa rakyat Nusantara maupun umat manusia menuju kesejahteraan dan kemakmuran yang hakiki. Ketika semua umat manusia pada umumnya dan rakyat Nusantara pada khususnya sudah mendapatkan kesejahteraan dan kemakmuran yang hakiki itu, maka beliau mendapat sebutan sang Ratu Adil. Kami juga berkeyakinan, sang SPSW yang mampu mendapatkan kembali harta abadi rakyat Nusantara, bagaimana pun prosesnya. Karena kepemimpinannya memang mendapat bimbingan langsung TUHAN Pemilik Semesta Alam. Semua harta itu akan diserahkan kepada negara yang dipimpinnya untuk dikelola demi kesejahteraan dan kemakmuran segenap pemilik sejatinya, yakni bangsa Nusantara ini !!
 — with Dedi Park Sagler.

Kriteria Gubernur Ideal Jakarta versi Bung Karno


Apa kriteria gubernur DKI Jakarta paling pas di mata proklamator Bung Karno? Kriterianya cuma satu, dia harus koppig alias keras kepala. Istilah Jawanya, ndablek. Kriteria itulah yang mengantar Bung Karno pada pilihan kepada Ali Sadikin sebagai gubernur.

Dalam perjalanan waktu, Ali Sadikin tercatat sebagai salah satu gubernur terbaik pernah dimiliki Jakarta. Pada eranya, terwujud kebersihan kampung lewat Proyek M Husni Thamrin. Dia mengajarkan warga Jakarta untuk tidak buang sampah sembarangan. Pada eranya pula, rambu-rambu lalu lintas diperbaiki dan dilengkapi. Pada masa Ali Sadikin, jalan rusak diperbaiki. Begitu pula gedung sekolah bobrok dibenahi. Gedung kegiatan remaja dibangun, dan tak kalah penting pusat kegiatan kebudayaan didirikan yang hingga sekarang masih ada yaitu Taman Ismail Marzuki. Salah satu kunci sukses Ali Sadikin tidak lepas dari pribadi yang koppig seperti kriteria yang disampaikan Bung Karno.


Tentang kriteria koppig alias ndablek ini diceritakan sendiri oleh Ali Sadikin. Ketika itu, April 1966, Ali Sadikin dipanggil lewat telepon agar ke istana bertemu Bung Karno. Dalam perjalanan, Ali bertanya-tanya, untuk urusan apa dia dipanggil Bung Karno.

Sesampainya di istana, Ali diterima dengan ramah. Setelah duduk, Bung Karno yang mengenakan seragam panglima tertinggi menyampaikan kepada Ali Sadikin. "Ali, aku akan angkat kamu jadi gubernur Jakarta. Kamu bersedia?" Ali mengaku kaget dengan penunjukan ini. Mengetahui kekagetan Ali, Bung Karno bertanya. "Mengapa?" Ali pun balik bertanya. "Bersedia? Apa ini perintah? Sejenak Bung Karno diam, "Ya," katanya sambil tersenyum. Ali menjawab, "kalau perintah, akan saya lakukan."

Pada pagi hari tanggal 28 April 1966, Ali Sadikin pun dilantik sebagai gubernur DKI Jakarta. Sejak dipanggil hingga pelantikan itu, Ali Sadikin selalu bertanya-tanya apa gerangan yang membuat dia dipilih sebagai gubernur Jakarta oleh Bung Karno.

Pertanyaan Ali itu baru terjawab saat pidato pelantikan oleh Bung Karno. "Ada yang ditakuti dari Ali Sadikin itu. Apa? Ali Sadikin itu orang yang keras. Dalam bahasa Belanda ada yang menyebutnya een koppige vent, koppig...Saya kira dalam hal mengurus Kota Jakarta Raya ini baik juga een beetje koppigheid (sedikit keras kepala). Apalagi ndoro dan ndoro den ayu sudah tahu, tidak boleh membuang sampah semau-maunya di pinggir jalan. Tetapi masih banyak toh yang membuang sampah di pinggir jalan. Nah, itu perlu dihadapi oleh orang yang sedikit keras, yang sedikit koppig." ujar Bung Karno dikutip dari Memoir Ali Sadikin karangan Ramadhan KH.

Meskipun sudah dijawab oleh Bung Karno langsung pada hari pelantikannya, Ali Sadikin mendapat jawaban lebih jelas tentang mengapa dia dipilih oleh Bung Karno sebagai gubernur Jakarta. Adalah Wakil Perdana Menteri Dr J Leimena yang bercerita kepada Ali. Awalnya, Bung Karno mencari calon gubernur Jakarta dan oleh Leimena disodori tiga nama yang semuanya jenderal. Tiga nama itu ditolak oleh Bung Karno.

"Saya perlukan orang yang keras, tegas, dan berani," kata Bung Karno ditirukan Leimena. Oleh Leimena kemudian disodorkan nama Ali Sadikin, tetapi Leimena mengungkapnya satu sifat Ali Sadikin yaitu koppig. Justru sifat itulah yang ternyata dicari oleh Bung Karno.

Mengenai sifat koppig Ali Sadikin, menurut wartawan senior Rosihan Anwar itu turun dari ayahnya, seorang mantan penyuluh pertanian. Ayah Ali Sadikin juga dikenal gemar bergaul dengan rakyat.
Perjalanan waktu membuktikan, sifat koppig Ali Sadikin berperan besar dalam keberhasilannya memimpin Jakarta. Pertanyaannya kini, masihkah sifat koppig dibutuhkan oleh gubernur Jakarta. Jika masih, adakah di antara enam kandidat gubernur Jakarta sekarang yang punya sifat koppig?

Source:
http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=381604674399302529#editor/target=post;postID=2115189961474389565

'Peluru kita banyak, ayo ganyang Malaysia!'

Pemerintah Malaysia berniat mematenkan tarian Tor-tor dan Gordang Sambilan (sembilan gendang) sebagai salah satu warisan negara jiran itu. Hal ini sontak memicu reaksi dari Indonesia. Sebab, pencaplokan aset budaya Indonesia bukan kali pertama ini dilakukan Malaysia.

Sebelumnya, Malaysia juga telah beberapa kali mengakui kebudayaan asli Indonesia. Sebut saja, Tari Pendet, alat musik Angklung, Kain Ulos, Lagu Jali-Jali, Motif Batik Parang dan lain sebagainya. Catatan Gerakan Sejuta Data Budaya, klaim Malaysia atas budaya Indonesia kali ini adalah yang ke-23.

Jika melihat sejarah, hubungan Malaysia dan Indonesia pernah memasuki fase-fase terburuk. Pada tahun 1962, Indonesia sempat berkonfrontasi dengan Malaysia. Penyebabnya, Malaysia hendak menggabungkan Brunei, Sabah dan Sarawak ke dalam Federasi Malaysia yang tidak sesuai dengan Persetujuan Manila.

Hal itu sontak mendapat penolakan dari Presiden Soekarno. Pemimpin besar revolusi itu bahkan menyebut tindakan tersebut sebagai bentuk neo-kolonialisme dan imperialisme gaya baru yang akan mengancam kemerdekaan Indonesia. 

Dengan lantang, sang proklamator saat itu menyebut Malaysia sebagai boneka Inggris dan konsolidasi Malaysia hanya akan menambah kontrol Britania di kawasan tersebut. 

Sikap keras Presiden Soekarno ditanggapi demonstrasi anti-Indonesia di Kuala Lumpur pada 17 September 1963. Saat itu massa menyerbu KBRI merobek-robek foto Soekarno, membawa lambang negara Garuda Pancasila ke hadapan Perdana Menteri Malaysia kala itu, Tuanku Abdul Rahman dan memaksanya untuk menginjak salah satu simbol negara Indonesia itu.

Sementara di Indonesia, gelombang ketidaksenangan terhadap Malaysia terus berkecamuk. Demonstrasi di dalam negeri pun merebak. Dalam buku 'Indonesian Communism Under Soekarno', massa Partai Komunis Indonesia (PKI), yang saat itu dekat dengan kekuasaan Presiden Soekarno, menjadi yang terdepan dalam demonstrasi. Poster-poster anti-Malaysia memenuhi Jakarta dan kota-kota besar lainnya, seperti Medan dan Surabaya.

Tepatnya pada 16 September 1963, demonstrasi raksasa yang digalang massa PKI menyerbu kantor Kedutaan Besar Inggris dan Malaya di Jakarta. Unjuk rasa itu membuat kerusakan yang luar biasa. Sehari setelahnya, Malaysia memutuskan hubungan diplomatik dengan Indonesia dan di Kuala Lumpur juga berlangsung kontra-demonstrasi.

Amarah Presiden Soekarno terhadap Malaysia pun meledak. Soekarno tak terima demonstrasi anti-Indonesia di Malaysia menginjak-injak lambang negara Indonesia. Bung Karno akhirnya menyerukan kepada seluruh bangsa Indonesia untuk mengganyang Malaysia. 

Berikut pidato ganyang Malaysia yang diserukan Bung Karno kala itu.

"Kalau kita lapar itu biasa
Kalau kita malu itu juga biasa
Namun kalau kita lapar atau malu itu karena Malaysia, kurang ajar!

Kerahkan pasukan ke Kalimantan hajar cecunguk Malayan itu!
Pukul dan sikat jangan sampai tanah dan udara kita diinjak-injak oleh Malaysian keparat itu

Doakan aku, aku kan berangkat ke medan juang sebagai patriot Bangsa, sebagai martir Bangsa dan sebagai peluru Bangsa yang tak mau diinjak-injak harga dirinya.

Serukan serukan keseluruh pelosok negeri bahwa kita akan bersatu untuk melawan kehinaan ini kita akan membalas perlakuan ini dan kita tunjukkan bahwa kita masih memiliki Gigi yang kuat dan kita juga masih memiliki martabat.

Yoo...ayoo... kita... Ganjang...
Ganjang... Malaysia
Ganjang... Malaysia
Bulatkan tekad
Semangat kita badja
Peluru kita banjak
Njawa kita banjak
Bila perlu satoe-satoe!"

Source: